06 March 2009

TEKNIK PEMBUATAN PUISI

TEKNIK PEMBUATAN PUISI

Menulis Puisi Itu Gampang? | Kredo Puisi dari Sutardji | Lima Tahap Proses Penulisan Puisi

----------------------------------------------------

MENULIS PUISI ITU GAMPANG?

Oleh Maroeli Simbolon, S.Sn
Sumber: www.sinarharapan.com

bulan di atas kuburan

Demikian isi puisi ”Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang. Puisi sebaris, teramat pendek, dan sederhana yang menimbulkan polemik. Di antaranya, banyak bersuara nyinyir, ”Cuma sebegitukah menulis puisi? Sesederhana itukah puisi? Berarti, gampang menulis puisi -- tak perlu sampai ‘berdarah-darah’ dan samedhi.” Benarkah demikian?

Bagi penyair, puisi adalah kebanggaannya, aliran darahnya, pelepasan ekspresinya, kepribadiannya, ciri khasnya, napas hidupnya – bahkan, sarana mencari sesuap nasi. Penyair menjadi mati – disebut tak berkarya – jika tidak menulis puisi. Sekian banyak kredo yang disampaikan penyair untuk menguatkan puisi -- seperti kredo Sutan Takdir Alisyabana, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri; dan bejibun arti yang dikemukakan para ahli mengenai puisi, tetapi bagi orang awam, puisi adalah puisi – barisan kata dan kalimat yang mempunyai bait, rima, irama, dan sebagainya. Artinya, puisi tidak sepenting doa atau kitab suci.

***
Suatu malam, di salah satu kafe di Taman Ismail Marzuki, Sutardji Calzoum Bachri membenarkan bahwa menulis puisi itu gampang. ”Bahkan, apa pun bisa ditulis jadi puisi,” katanya. Wah!

Sesekali menyeruput teh manis yang mulai dingin, penyair yang sudah meninggalkan gaya mabok ini menjelaskan, segala kejadian yang ada, baik di sekitar maupun jauh dari kita, dapat ditulis menjadi puisi. Juga, peristiwa yang terjadi sesaat, seperti tabrakan kereta, pesawat jatuh, bom meledak, bisa dijadikan puisi. Sebab, puisi tak jauh beda dengan tulisan-tulisan lainnya, seperti laporan wartawan atau berita yang tertulis di koran, mengenai politik, sosial, ekonomi, demonstrasi. ”Sehingga ada penyair yang cuma memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu untuk menulis puisi,” katanya.

Banyak yang terkejut dan meragukan pendapatnya ini. Meski Tardji diakui sebagai presiden penyair, bukan berarti perkataan presiden adalah sabda atau firman – yang tidak ada salah atau cacatnya. Lalu, ia menunjuk sepotong koran yang tergeletak di atas meja seraya menjelaskan bahwa berita-berita itu dapat menjadi puisi bila dibacakan dengan teknik puisi.

Serta merta saya tertarik, meraih koran itu dan membaca sepenggal beritanya, dengan artikulasi dan intonasi membaca puisi. Apa yang terjadi? Tardji tersenyum. Dan teman-teman seniman memperhatikan dengan mangut-mangut. Merasa belum cukup, saya membaca dua lembaran besar menu makanan dan minuman yang tergantung di dinding kafe itu dengan artikulasi dan intonasi yang sama dalam pembacaan puisi:

Nasi Goreng Es Campur
Pecel Lele Wedang Jahe
Soto Babat Es Jeruk
Ikan Bakar Kopi Susu
Sate Kambing Jus Nenas

Mendengar itu, Tardji tertawa. Dan teman-teman seniman bertepuk tangan. Sebaliknya, ingatan saya segera tertuju kepada dua penyair muda berbakat besar, yang mengekspresikan pendapat Tardji ini – dengan pendekatan lain. Yonathan Rahardjo sering menulis puisi dengan memasukkan jenis-jenis makanan dan minuman masyarakat kita sehari-hari, seperti ketupat, lepat, peyek, bandrek, pisang goreng.

Lebih ekstrem lagi Saut Sitompul, penyair yang baru saja pulang ke haribaanNya, berhasil menulis apa pun jadi puisi, bahkan menganjurkannya. Seperti isi salah satu puisinya:

ada daun jatuh, tulis/ada belalang terbang, tulis…

Jadi, benarkah segala sesuatu (persoalan) dapat dijadikan puisi? Tak perlukah bersusah payah menulis puisi? Tak perlukah merenung di gunung dan berpuasa setahun untuk membuat puisi? Tak perlukah perenungan, pendalaman dan pemadatan makna?

Tergantung pencipta puisi itu sendiri. Tetapi, siapa yang keberatan, jika apa saja yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, lalu ditulis dengan bentuk puisi, lalu dinobatkan sebagai puisi? Jika semua masalah ditulis dengan berbentuk bait puisi, adakah yang melarang? Itu hak asasi seseorang. Hak berpendapat. Hak berekspresi. Hak berkarya. Bila akhirnya puisi yang dihasilkan itu dianggap tak berguna, ya, terserah. Jika pun orang-orang menganggap rada gila, ya, biarkan saja. Bukankah penyair besar sering bertingkah aneh-aneh, misalnya mabok bir, bawa kapak, buka baju dan bergulingan di atas panggung kala baca puisi? Lagi pula, entah apa dasar hukumnya, untuk dapat diakui penyair, seseorang harus berani bertindak rada gila; seperti teriak-teriak di keramaian, baca puisi di atas pohon? Semuanya demi puisi, demi puisi. Demikian anehkah puisi?

***

Banyak jalan menuju Roma. Beribu cara untuk menciptakan puisi. Salah satu kiat jitu yang kerap diakui (baik tua maupun muda dan pemula) adalah jatuh cinta. Bukankah orang yang sedang kasmaran gampang menulis puisi? Seperti puisi ”Surat Cinta” Rendra, berikut ini:

Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.

Jadi, dengan menumpahkan isi hati di atas secarik kertas dengan kata-kata indah dan terpilih, tulisan akan menjelma puisi. Atau, silakan tulis surat cinta dengan kalimat-kalimat berbunga, dengan bentuk larik dan bait puisi, ya, dapat juga disebut puisi. Artinya, semakin sering jatuh cinta, tentu semakin terangsang untuk menulis puisi lebih banyak. Semakin banyak jatuh cinta, semakin banyak stock puisi yang akan tersedia.

Berarti, puisi itu dapat dihasilkan oleh siapa pun, yang bukan penyair? Benar. Siapa pun boleh menulis puisi -- tidak sebatas penyair semata. Tidak ada syarat atau batasan tertentu untuk dapat menulis puisi. Pencopet, penodong, pedagang asongan, petani, polisi, politikus, penipu, penjudi, pengusaha menengah, bankir, konglomerat, pengamen, boleh menulis puisi, tak ada larangan atau kutukan. Tak perlu takut dan frustasi. Puisi itu bukan kuntilanak atau momok hitam yang menakutkan. Jadi, tulislah puisi semampu dan seluas jangkauan dan wawasan.

Jika puisi yang ditulis dinilai orang jelek, tak perlu berduka dan frustasi. Terus saja menulis puisi, meski belum memenuhi kaidah-kaidah puitis. Ciptakan terus, tanpa henti – toh masih ada hari esok menanti untuk puisi yang (mungkin) lebih baik. Sejelek apa pun puisi yang dibuat, kata Tardji, tetap saja puisi. Tetapi, silakan renungkan sendiri, termasuk kategori puisi apa? Puisi asal jadi? Puisi basi? Adakah berisi tanda? Atau sekadar corat-coret penumpahan isi hati?

Ingat, puisi bukan alat propaganda, bukan sarana pelepasan kegalauan, bukan pula tong sampah unek-unek.

***

Meski bahasa puisi dan bukan puisi terasa cair; sesungguhnya puisi, sesederhana apa pun, harus penuh dengan ambiguitas dan homonim, penuh dengan asosiasi, memiliki fungsi ekspresif, menunjukkan nada dan sikap—mengutamakan tanda. Masalah ini dipertegas Rene Wellek & Austin Warren, bahasa puisi penuh pencitraan, dari yang paling sederhana sampai sistem mitologi (1993:20). Sementara Sapardi Djoko Damono memberi pengertian lebih sederhana, bahwa puisi adalah ”ingin mengatakan begini, tetapi dengan cara begitu.”

Jika demikian, puisi yang tidak dipenuhi tanda, belum layak disebut puisi? Ingat pendapat Tardji, tetap puisi. Tetapi puisi sesaat; sekali cecap langsung tak bermanfaat. Puisi donat. Seperti puisi yang dibuat anak kelas empat SD, tetap saja disebut puisi. Itu pula alasan Tardji membagi puisi berdasarkan fungsinya. Jika seseorang menulis puisi untuk kebutuhan sesaat, ya, cuma sebatas itu manfaatnya. Puisi itu akan segera tersapu angin dan hujan. Sebaliknya, jika puisi diciptakan berdasarkan perenungan mendalam, tanpa dipengaruhi kebutuhan apa pun, akan menjadi puisi sejati. Contohnya puisi-puisi Chairil Anwar. ”Maka, sangat disayangkan, bila ada penyair yang menulis puisi dengan memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu,” imbuhnya.

Sekilas pendapat ini bertentangan dengan kesimpulan Wellek & Warren, bahwa tipe-tipe puisi harus memakai paradoks, ambiguitas, pergeseran arti secara konstektual, asosiasi irasional, memperkental sumber bahasa sehari-hari, bahkan dengan sengaja membuat pelanggaran-pelanggaran. Tetapi, bila dicermati, pendapat Tardji lebih mudah dimengerti dan lebih menegaskan atas keluhan penyair-penyair muda, ”Ada juga puisi pesanan. Puisi yang ditulis oleh penyair untuk kebutuhan, momen atau acara tertentu dengan bayaran tertentu pula.”

Bertitik tolak dari pendapat ini, berarti menulis puisi teramat sulit-lit. Tidak cukup dengan mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Menulis puisi harus penuh perenungan, mendasar dan berdasar. Bahkan, terkadang harus mengalami trance. Apa yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, tidak serta merta dapat dijadikan puisi, melainkan harus dikaji, diendapkan, direnungkan secara mendalam. Untuk menulis sebuah puisi saja, sering penyair harus melalui proses sepekan, setahun, sepuluh tahun. Itu pula sebabnya, bila dibandingkan dengan karya seniman lain, sepertinya daya kreativitas penyair dalam berkarya sangat tertinggal jauh. Sebab, setiap penyair (sejati), meski telah berkarya secara maksimal seumur hidupnya, tak dapat menghasilkan seabrek puisi. Bahkan, tak sedikit penyair seumur hidupnya cuma mampu menulis beberapa puisi, misalnya Toto Sudarto Bachtiar, Subagio Sastrowardoyo, JS Tatengkeng.

Lalu, masihkah dapat disebut menulis puisi itu gampang? Ada yang menjawab, tergantung kata hati. Ada juga yang menyebut, tanyakan daun-daun yang berguguran. Bahkan, ada pendapat lebih ekstrem, tanyakan pejabat atau konglomerat yang getol bikin puisi, lalu menerbitkan seabrek buku puisi (persis album rekaman dangdut) dan membuat album dangdut puisi atau puisi dangdut yang dipasarkan door to door dengan pelbagai alasan sosial, kemanusiaan dan pengabdian. Ayo, siapa ikut bergoyang puisi?

kembali ke atas...

----------------------------------------------------

KREDO PUISI DARI SUTARDJI

Sutardji Calzoum Bachri

Bandung, 30 Maret 1973

Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.

Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.

Dalam kesehari-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.

Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor(obscene) serta penjajahan gramatika.

Bila kata dibebaskan, kreatifitaspun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.

Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari diatas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.

Sebagai penyair saya hanya menjaga--sepanjang tidak mengganggu kebebasannya-- agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.

Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata.

Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.

kembali ke atas...

----------------------------------------------------

LIMA TAHAP PROSES PENULISAN PUISI

Sumber: www.kapasitor.com

Sampai saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.

Berbagai ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.

Tentu, puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya, jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing.

Proses kelahiran ini ada beberapa tahap, antara lain :

1. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA DIRI
Puisi pada tahap ini, biasanya lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor fisik. Misalnya pada saat berkaca, akan lahir puisi :

Lelaki ganteng

kau memang ganteng
berkulit legam bukan berarti hitam
berambut ikal bukan berarti
tak bisa diluruskan
bisa, walau tak terlalu lama

2. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA DIRI
Pada tahap ini akan lahir puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas obyek yang bersinggungan atau berinteraksi. Perasaan yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, patah hati, dan lain-lain, misalnya tatkala melihat meja, akan bisa lahir puisi :

Mejaku sayang

kakimu menghunjam,
luruh rapuh termakan usia,
takmampu kuganti yang baru,
ribuan puisi telah lahir dari dadamu
ku kan selalu sayang pada mu, sahabatku

3. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA OBYEK LAIN
Pada tahap ini puisi dilahirkan berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya tatkala melihat meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi :

Meja tulis,

kakimu empat,
tanpa kuping tanpa mata.
hanya kayu persegi empat

Tatkala mendengar lagu, akan terlulis puisi :

Nyanyian Rindu,

lagu yang bagus,
suara yang merdu
penyanyinya muda belia

4. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA OBYEK LAIN
Pada tahap ini penulis puisi mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek, baik perasaan orang lain maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah menjelma menjadi manusia. Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di bawah pohon rindang, dapat terlahir puisi seperti di bawah ini.

Semilir Damai

sepoi kantuk memberat
kekar tangan berpeluh kering
ranting menjuntai gembira ria
menghibur yang berdamai santai
mengembara terlena mimpi yang fana

5. TAHAP MENGUNGKAPKAN KEHADIRAN YANG BELUM HADIR
Pada tahap ini puisi sudah merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu, menuju kejadian di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir artinya melalui media puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan dalam menghadirkan yang belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui puisi, tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak manusia, budaya dan gaya hidup masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah satu contoh yang menarik adalah lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dalam:

SOEMPAH PEMUDA

PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.

KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.


Begitulah kira-kira bunyi sumpah pemuda kala itu. Saat Sumpah pemuda yang berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih tersekat-sekat dalam kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih dijajah oleh kolonial Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi pencerahan pada seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga jiwa persatuan itu sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa Indonesia, meskipun kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu sampai dengan di raihnya kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Begitulah kira-kira tahapan proses lahirnya puisi, Dan puisi kita sudah sampai pada tahap yang mana?

TEKNIK PEMBACAAN PUISI

TEKNIK PEMBACAAN PUISI

Membaca Puisi | Mencoba Memahami Musikalisasi Puisi

----------------------------------------------------


MEMBACA PUISI

Sumber: http://lumintu.multiply.com


“Puisi adalah seni dari segala seni," adalah kutipan dari perkataan Popo Iskandar seorang pelukis dan budayawan dari Bandung.

Puisi adalah pernyataan dari keadaan atau kualitas hidup manusia. Membaca puisi berarti berusaha menyelami diri sampai ke intinya. Apabila seseorang ingin menikmati puisi, ia harus memiliki kemampuan untuk menempatkan dirinya sebagai penyair.

Ada sebuah cerita. Tersebut sang penyair Moh. Iqbal kelahiran Sialkot – Punjab 22 Februari 1873, keturunan dari Brahmana yang berasal dari Kashmir. Ia membacakan sebuah puisi karyanya di depan seorang filosof besar Prancis, yang ketika itu sakit lumpuh dan ia dapat terlompat berdiri dari kursinya, karena tergugah oleh keadaan isi puisi sang penyair (judul: LA TASUBU DZAHRA--Jangan Melalaikan Waktu). Isi puisi itu mengambil tema dari hadist Nabi.

Timbul pertanyaan pada diri kita, mengapa bisa terjadi seperti itu? Jawabnya tidak lain adalah, karena karya cipta sastra (terutama puisi) lebih dekat dengan kehidupan kita. Puisi digali dari kehidupan. Jadi, antara hidup dan puisi tak ada jarak pemisah, hidup adalah manifestasi puitis.

“Saya mencintai puisi,” kata sang penyair, “sebagaimana saya mencintai hidup ini.”

Bagaimana kita membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan makna dari puisi yang kita baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa tahapan yang harus di perhatikan oleh sang pembaca puisi, antara lain:


Interpretasi
(penafsiran/pemahaman makna puisi)

Dalam proses ini diperlukan ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan dan membedah isi puisi. Memahami isi puisi adalah upaya awal yang harus dilakukan oleh pembaca puisi, untuk mengungkap makna yang tersimpan dan tersirat dari untaian kata yang tersurat.


Vocal

Artikulasi
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.

Diksi
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.

Tempo
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.

Dinamika
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.

Modulasi
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.

Intonasi
Tekanan dan laju kalimat.

Jeda
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.

Pernafasan
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.


Penampilan

Salah satu factor keberhasilan seseorang membaca puisi adalah kepribadian atau performance diatas pentas. Usahakan terkesan tenang, tak gelisah, tak gugup, berwibawa dan meyakinkan (tidak demam panggung).

Gerak
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.

Komunikasi
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.

Ekspresi
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.

Konsentrasi
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.


Dengan pemaparan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa membaca puisi bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi kita juga harus menghadirkan jiwa sang penyair. Kita harus menyelami dan memahami proses kreatif sang penyair, bagaimana ia dapat melahirkan karya puisi.

kembali ke atas...


----------------------------------------------------


MENCOBA MEMAHAMI MUSIKALISASI PUISI

Sumber: www.puitika.net (Raidu Sajjid 07.06.2008)


Tulisan ini sebelumnya berangkat dari makalah dengan judul yang sama, yang disajikan oleh Emong Soewandi pada Seminar Sastra dalam rangka memperingati Hari Chairil Anwar di Universitas Bengkulu, 28 April lalu. Diturunkan kembali di sini dengan beberapa penyesuaian sistematika untuk artikel.


Musikalisasi Puisi; Definisi yang Tak-Terdefinisikan

Apa itu musikalisasi telah menimbulkan suasana konflik pengertian atasnya di Bengkulu. Beberapa waktu yang lalu, saya mendengar dan menerima langsung keluhan beberapa kawan-kawan dan guru-guru, yang berangkat dari ketidakpuasan mereka atas lomba-lomba musikalisasi puisi yang diselenggarakan. Ketidakpuasaan yang kemudian menciptakan konflik ini terjadi, karena adanya perbedaan tentang pengertian musikalisasi puisi antara mereka/peserta dengan dewan juri/panitia.
Realitanya, belum ada definisi musikalisasi puisi yang mutakhir. Bahkan dalam banyak buku-teks sastra tidak mengenal, apalagi pembahasannya tentang musikalisasi puisi. Selain itu, istilah musikalisasi puisi sendiri pun belum disepakati secara umum. Ada beberapa seniman atau sastrawan yang menolak istilah itu. Musikalisasi puisi dipandang sebagai istilah yang kurang tepat dan rancu

Dari kondisi ini, maka dapat saja setiap individu memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang konsep musikalisasi puisi. Beberapa situasi pemahaman atas musikalisasi adalah sebagai berikut:

  • bahwa dalam musikalisasi puisi tidak boleh ada orang membaca puisi, jika ada pembacaan puisi, maka itu bukan musikalisasi puisi;
  • bahwa dalam musikalisasi puisi boleh saja ada orang membaca puisi, sebab tidak semua kata-kata dalam puisi bisa dimusikalisasikan;
  • bahwa orang membaca puisi diiringi alat musik bukan musikalisasi puisi; dan
  • bahwa orang membaca puisi diiringi alat musik juga merupakan kegiatan musikalisasi puisi

Mengapa musikalisasi puisi tidak terdefinisikan? Dan mengapa pula istilah itu sering ditolak?

Pertama, bahwa secara etimologi musikalisasi puisi merupakan dua konstruksi yang hampir identik, yakni musik dan puisi. Puisi telah memiliki musik tersendiri (akan dijelaskan kelak), maka mengapa pula lagi harus dimusikalisasikan dengan memberikan unsur musik kepada puisi. Imam Budi Santosa pernah mengusulkan istilah musik puisi, yang tekanannya pada kolaborasi musik dan puisi. Sementara dalam musikalisasi puisi, puisi yang memiliki aturan-aturan dan kaidah-kaidah sendiri dipandang harus tunduk menjadi objek, yang bisa diperlakukan apa saja dalam proses itu.

Kedua, musikalisasi puisi merupakan kegiatan yang bersifat kreatif. Kreatif, artinya gagasan memusikalisasikan puisi didasari oleh dan dari keinginan-keinginan individual bersifat subyektif yang bertujuan untuk kepuasan pribadi. Puisi, selain sebagai karya sastra yang harus diinterpretasikan, juga dapat menjadi medium kreativitas. Sama seperti dramatisasi puisi, yang juga merupakan kegiatan kreatif. Dan ketiga, karena bersifat kreatif, maka musikalisasi puisi pun tidak memiliki kategori-kategori, batasan, atau aturan-aturan yang bersifat mengikat.


Pengertian Musik; Musik Tidak Identik dengan Lagu

Musik (music) sering dipahami sama dengan lagu (song). Berangkat dari pengertian inilah, maka musikalisasi puisi sering terjerumus pada anggapan mengubah sebuah puisi menjadi lagu. Ini jelas kurang tepat, karena musik tidak identik dengan lagu.

Musik yang berasal dari bahasa Inggris, music, (apa padanannya dalam bahasa Indonesia?) secara sederhana memiliki pengertian berirama, suatu susunan bunyi-bunyi bernada yang membentuk sebuah irama tertentu yang harmoni. Sementara pengertian lagu (dari bahasa Arab; al laghwu) lebih ditujukan pada suatu teks yang dengan sengaja dan sadar dinotasikan dengan nada-nada tertentu dan dibentuk oleh melodi.

Tanpa lagu pun sebuah konstruksi musik pun tetap dapat terbangun. Simponi klasik misalnya, secara umum tidak memiliki teks. Demikian juga instrumentalia ala Kitaro, Kenny G., atau Francis Goya sebagian besar juga tidak memiliki teks. Selain itu ada juga nyanyian, seperti nasyid, choral, al chapella, rubaiyah, syair atau gending, yakni lagu yang mengandalkan kemampuan musik alami manusia dan tidak memerlukan alat musik pengiring.


Musik dalam Puisi: Irama, Rima dan Ragam Bunyi Sebagai Unsur Musik dalam Puisi

Satu konvensi dalam menulis puisi yang diikuti penyair adalah kemampuan untuk membangun unsur musik dalam karyanya itu, dalam hal ini irama. Ini sering terlupakan oleh kita dalam kegiatan musikalisasi puisi, bahwa puisi sendiri telah memiliki unsur musik.

Penyair ketika menyusun kata-kata dalam puisinya akan memperhitungkan irama, agar suasana dan makna puisi tersebut dapat tercapai. Tanpa harus mengatakan suasana apa dalam puisi, tetapi dengan mengatur komposisi kata-kata, maka puisi akan dapat membangun suasana.

Menyusun rima salah satunya, adalah satu kegiatan untuk mengatur fisik puisi agar tercipta irama. Kita mengenal dalam puisi ada rima akhir, rima awal, ada asonansi (runtun bunyi-bunyi vokal) dan ada aliterasi (runtun bunyi-bunyi konsonan). Penggunaan kata-kata onomatope juga berfungsi untuk membangun suasana musikal pada puisi. Selain itu ada juga bunyi cachoponi dan euphony yang berfungsi membentuk suasana musikal pada puisi.

Dari penjelaskan di atas, maka selain sama-sama memiliki teks, kesamaan dasar antara puisi dan lagu, yakni sama-sama memiliki unsur musik.. Perbedaannya terletak pada materi dasar pembentukan musik itu. Jika musik pada puisi dibentuk oleh kata dan komposisi kata, maka musik pada lagu dibentuk oleh nada dan melodi.


Hakikat Puisi adalah Pembacaan; Keterbatasan Musikalisasi Puisi

Puisi tercipta untuk dibaca, karenanya membaca dan puisi bagai dua sisi keping mata uang. Pembacaan diperlukan karena puisi mengandung sistem kode yang rumit dan kompleks. Ada kode bahasa, kode budaya dan kode sastra. Untuk memahami sebuah puisi, maka pengetahuan akan ketiga kode ini sangat diperlukan.

Musikalisasi puisi pun harus beranjak dari konsep pembacaan ini. Pembacaan yang diintegrasikan dengan nada dan melodi dapat memperkuat suasana puisi, memperjelas makna dan ikut membantu membentuk karakter puisi itu sendiri. Karena itu, dalam kegiatannya, jangan memaksakan totalitas puisi menjadi lagu, jika memang dapat merusak, bahkan menghancurkan puisi itu sendiri.

Banyak bagian puisi hanya akan kuat kalau dibacakan, yang justru akan hancur kalau dilagukan. Misalnya tempo dan negasi.

Tempo dalam puisi berfungsi untuk mendapat efek, dan negasi (saat diam) berfungsi untuk menciptakan suasana kontemplatif, sugestif dan aperseptif dalam sebuah puisi. Dalam pembacaan puisi, negasi juga bisa membantu seorang pembaca untuk improvisasi, jika mengalami “habis napas”. Dalam satu bait puisi dapat dimungkinkan terdapat beberapa tempo yang berbeda, dan bisa terjadi beberapa kali perubahan negasi.

Sementara pada lagu, negasi tidak ada. Persamaan istilah yang mungkin mendekati adalah kadens. Pada lagu kadens adalah jeda antara satu frase dengan frase berikutnya, bait satu ke bait berikutnya, atau saat menuju refrain dan fading. Sedangkan tempo pada lagu dikandung oleh satu konstruksi bait, yang ditentukan kecepatan gerak pulsa dalam tiap-tiap notasi. Namun, keseluruhan lagu tersebut dapat pula lebih dahulu ditentukan temponya, seperti adanya istilah-istilah forte, piano forte, allegro, adagia dan sebagainya.

Tempo dan kadens pada lagu umumnya bersifat permanen dan telah ditentukan sebelumnya oleh pencipta lagu tersebut. Sedangkan, tempo dan negasi pada puisi dipengaruhi oleh dua hal, pertama suasana asli puisi dan kedua ditentukan oleh situasi apresiasi.

Tempo dan negasi adalah dua ciri khas membaca puisi yang sulit untuk dilagukan. Jika pun dipaksa untuk dilagkan, maka dapat terjadi disharmoni irama lagu itu sendiri. Karena itu, dalam kegiatan musikalisasi puisi, bait dan bagian-bagiannya atau beberapa larik dalam bait jika memiliki tempo dan negasi yang ketat, maka pada bagian ini disarankan untuk tetap dibacakan, tidak dilagukan. (Sebagai modifikasinya dan improvisasi, pada bagian ini diisi saja dengan bunyi alat musik).

Selain tempo dan negasi, enjambemen puisi merupakan hambatan tersendiri dalam musikalisasi puisi. Enjambemen adalah pemenggalan baris dan hubungan antara baris. Dengan adanya enjambemen ini, maka pemenggalan baris-baris puisi oleh penyairnya menentukan makna puisi. Banyak puisi yang secara tipografik tidak menggunakan tanda baca atau tidak mengenal huruf kapital, hingga menjadi kesulitan tersendiri dalam menentukan enjambemen suatu puisi. Suatu tindakan yang sangat tidak apresiatif, jika kita mengorbankan enjambemen sebuah puisi, atau tidak mengindahkannya dalam kegiatan musikalisasi puisi, demi harmonisasi irama lagu.

Puisi harus tetap puisi. Musikalisasi puisi harus tetap menghormati puisi sebagai teks sastra, tidak bertujuan mengubahnya sebagai teks lagu. Puisi dasarnya tidak ditujukan sebagai teks lagu, maka banyak puisi memiliki peluang yang kecil untuk dapat dilagukan. Teks puisi diciptakan oleh penyairnya pada hakikatnya adalah untuk dibaca, sedangkan teks lagu dibuat memang dengan tujuan untuk dilagukan.

Tan Lio Ie menyatakan, jangan menjadikan puisi subordinat dalam musikalisasi puisi. Pernyataan benar, karena banyak keterbatasan dalam memusikalisasikan puisi. Jangan mengorbankan puisi demi menjadi lagu, walaupun menjadi lagu yang baik sekalipun, namun merusak puisi itu


MENYUSUN ULANG KONVENSI DI SEKITAR MUSIKALISASI PUISI

Membaca Puisi Diiringi Alat Musik Bukan Musikalisasi Puisi
Pemikiran ini mungkin tidak bisa begitu dipaksakan. Dalam Materi Pelatihan Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi dijelaskan, bahwa kegiatan membaca puisi diiringi alat musik termasuk kegiatan musikalisasi puisi. Penjelasan ini, bagi para juri atau panitia lomba musikalisasi puisi, harus dipertimbangkan, agar tidak bersikukuh mengatakan membaca puisi diiringi alat musik bukan musikalisasi puisi.
Namun teta diperhatikan, bahwaalat musik tersebut tidak hanya sekedar mengiringi pembacaan puisi belaka, yang mungkin membuat puisi cuma jadi semakin enak dinikmati. Fredy Arsi, pemimpin Sanggar Matahari yang bekerja sama dengan Pusat Bahasa telah mengeluarkan album musikalisasi puisi, menyarankan agar musik atau alat musik di sini harus mampu berintegrasi dengan puisi, di mana musik yang dipergunakan memang diaransemen atau diimprovisasikan untuk dapat mengikuti irama dan musik yang ada pada puisi dan semakin memperjelas suasana puisi.

Lagu-lagu Ebiet G. Ade sebagai Contoh
Lagu-lagu Ebiet G. Ade sering dijadikan contoh sebagai hasil musikalisasi puisi. Ini jelas kurang tepat dan kurang dapat dipertanggungjawabkan. Kita lupa, bahwa Ebiet G. Ade tidak mencipta puisi, tetapi dia memang mencipta lagu. Ebiet G. Ade tidak dapat dianggap sebagai penyair, dia adalah pencipta lagu dan penyanyi. Belum pernah ada, misalnya antologi puisi-puisi Ebiet G. Ade.
Benar, sebagian lagu-lagu yang dibawakan oleh Bimbo adalah hasil musikalisasi puisi, sebut saja lagu “Salju”, puisinya Wing Kardjo, “Balada Sekeping Taman Surga”, “Sajadah” atau “Rindu Kami Padamu Ya Rasul” merupakan puisi-puisi Taufik Ismail. Benar pula ada lagu-lagu Iwan Fals berangkat dari musikalisasi puisi, seperti “Kantata Takwa” dan “Sang Petualang” dan “Paman Doblang” adalah puisi-puisi Rendra, di mana dalam lagu ini kita mendengar Rendra membaca puisi, sementara lagu “Belajar Menghargai Hak Azasi Kawan” adalah musikalisasi puisi mbelingnya Remi Sylado. Sementara “Perahu Retak” karya Taufik Ismail dimusikalisasikan oleh Franky Sahilatua.
Benar pula, lagu-lagu Ebiet G. Ade sebagaimana juga lagu-lagu Leo Kristi, Ulli Sigar Rusady, Franky dan Jane, lagu-lagu Gombloh 1970-an dan juga sebagian lagu-lagu Katon Bagaskara memiliki kata-kata yang puitik, tetapi itu semua bukan puisi. Itu semua adalah lagu! Bahkan, banyak lagu-lagu puitik tersebut tidak begitu berhasil ketika dibacakan atau dideklamasikan, karena memang struktur dasarnya adalah untuk dilagukan, bukan dibaca.

Monotonitas Irama
Irama pada puisi yang dilagukan umumnya cenderung monoton. Produksi nada umumnya adalah staccato, dengan nada-nada pendek dan terputus-putus. Ini tidak saatnya lagi. Jangan ragu melagukan puisi dalam irama rock atau dangdut sekalipun, jika memang teks puisi memiliki peluang untuk itu.


Penutup; Solusi Akhir

Musikalisasi puisi sendiri hingga hari ini belumlah merupakan sebuah alat atau metode apresiasi karya sastra. Dia sebagaimana juga dramatisasi puisi merupakan kegiatan yang bersifat kreatif dan inovatof, sebagai ungkapan kita dalam mengeksresikan sebuah karya sastra secara bebas. Sebagai perbandingan, parafrase puisi pada awal-awalnya pun adalah sebuah teknik kreatif untuk memahami puisi, namun saat ini telah diterima sebagai metode atau teknik apresiasi yang fixed.
Namun, dalam sebuah kegiatan khusus, dalam lomba misalnya, perbedaan ini akan jadi konflik jika tidak terjembatani.
Dalam lomba musikalisasi puisi, perbedaan persepsi tentang musikalisasi wajib dipahami oleh panitia atau penyelenggara lomba, sehingga tidak total menyerahkannya saja kepada otoritas dewan juri, yang tentu memiliki persepsi sendiri apa itu musikalisasi puisi. Penentuan kriteria yang jelas tentang konsep musikalisasi puisi yang dipakai dapat meminimalisasikan konflik yang akan timbul. Penjelasan ini dapat dilakukan dalam pertemuan-teknis yang dilakukan beberapa hari menjelang lomba.

Jangan memberikan kesempatan kepada peserta lomba untuk menafsir kriteria lomba! Fakta, selain kriteria tertulis sendiri yang sering kabur dan multi-tafsir, bahwa dalam pertemuan-teknis (technical meeting) sebelum lomba, lazim yang dilakukan oleh panitia hanyalah penentuan nomor urut tampil, langka ditemui dalam pertemuan teknis, panitia beserta dewan juri memberikan penjelasan tentang kriteria yang akan dipergunakan.

(Tulisan aslinya adalah makalah Emong Soewandi, Pegiat Seni di Teater Petak Rumbia Bengkulu dan Guru SMP di Kepahiang)


KEPUSTAKAAN
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
http://www.jurnalnasional.com/artikel/.... sjifa amori: bukan lirik konvensional.
http://www.minggupagi.com/print.php?sid=93970.... sri wintala ahmad: festival musik puisi lagi untuk 2005? siapa penyelenggaranya?
Jamalus dan Hamzah Busroh. 1992. Pendidikan Kesenian. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Nurhadi (ed.). 1987. Kapita Selekta Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Malang: IKIP Malang.
Selden, Raman. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soewandi, Emong. 2007. Menuju Proses Kreativitas Penyair Bengkulu. Makalah untuk Simposium Sastra Sumatera, Desember 2007, Pekanbaru – Riau.

JENIS-JENIS PUISI

JENIS-JENIS PUISI
Sumber: http://endonesa.wordpress.com

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
PUISI LAMA
Ciri-ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Seloka adalah pantun berkait.
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

DEFINISI DAN FUNGSI PUISI
Definisi Puisi | Fungsi Puisi
----------------------------------------------------
DEFINISI PUISI
sumber: http://forum.wgaul.com
Samuel Taylor Coleridge
Puisi adalah kata-kata terbaik dalam susunan terbaik.
Edgar Allan Poe
Puisi adalah adalah ciptaan tentang sesuatu keindahan dalam bentuk berirama. Citarasa adalah unsur yang diutamakan. Hubungan dengan budaya intelek atau dengan suara hati hanya merupakan hubungan yang selintas. Jika bukan secara kebetulan, ia tidak akan mengena langsung dengan fungsi utamanya atau dengan kebenaran.
William Wordsworth
Puisi adalah pengucapan yang imajinatif dari perasaan yang mendalam, biasanya berirama. Pengucapan secara spontan tentang perasaan yang memuncak timbul dari daya ingatan ketika berada dalam keadaan tenang.
Matthew Arnord
Puisi adalah. kritikan tentang kehidupan menurut keadaan yang ditentukan oleh kritikan untuk kritikan itu sendiri melalui beberapa peraturan tentang keindahan dan kebenaran yang puitis.
Theodore Watts-Dunton
Puisi adalah satu pengucapan yang konkrit dan artistik tentang pikiran manusia melalui penggunaan bahasa yang emosional dan berirama.
Andrew Bradley
Puisi adalah terdiri daripada rangkaian pengalaman tentang bunyi, image, pemikiran dan emosi-yang kita alami sewaktu kita membacanya dengan cara sepuitis mungkin.
Edwin Arlington Robinson
Puisi adalah bahasa yang menyampaikan sesuatu yang sukar hendak dinyatakan, tidak dapat diperkirakan puisi itu benar atau sebaliknya.
Auden
Puisi lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
Shelley
Puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita (manusia).
H. B. Jassin
Puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-tanggapan
Baha Zain
Puisi tidak berbicara segalanya dan tidak kepada semua. Ia adalah pengucapan suatu fragmen pengalaman dari suatu keseluruhan seorang seniman.
Muhammad Hj. Salleh
Puisi adalah bentuk sastra yang kental dengan musik bahasa serta kebijaksanaan penyair dan tradisinya. Dalam segala kekentalan itu, maka puisi setelah dibaca akan menjadikan kita lebih bijaksana.
Shahnon Ahmad
Puisi adalah record dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam bentuk yang paling berkesan.
Usman Awang
Puisi bukanlah nyanyian orang putus asa yang mencari ketenangan dan kepuasan dalam puisi yang ditulisnya. Tapi puisi ialah satu pernyataan sikap terhadap sesuatu atau salah satu atau keseluruhan kehidupan manusia.
A. Samad Said
Puisi pada hakikatnya adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya. Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya mengalir melalui bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang penyair.
kembali ke atas...
----------------------------------------------------

FUNGSI PUISI
sumber: http://forum.wgaul.com
Matthew Arnold
Puisi merupakan keistimewaan tersendiri, ia memberikan sumbangan kepada perbendaharaan pengalaman atau pengetahuan manusia.
Aristotle
Puisi yang bersifat tragis berupaya membersihkan kerohanian manusia melalui rasa simpati atau belas kasihan
Maliere
Puisi mampu membawa manusia ke arah jalan yang lurus disamping menggelikan hati.
Shelley
Puisi memperkuat organ moral manusia sama seperti pendidikan jasmani yang memperkuat urat-urat dalam badan, dan puisi juga bisa membawa kita untuk melihat apa yang kita tidak pernah kita lihat, untuk mendengar apa yang tak pernah kita dengar.
Waldo Emerson
Puisi mengajar sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit mungkin.
Shahnon Ahmad
Puisi adalah untuk menyemarakkan kesadaran. Umtuk memanusiakan kembali manusia itu, meninggikan budi pekerti, membentuk perwatakan dan juga membangkitkan semangat untuk bertindak.
Usman Awang
Puisi adalah untuk menimbulkan kesedaran atau keinsafan dalam diri dan hati.

05 March 2009

Latihan Soal Sastra Indonesia

Latihan Soal Sastra Indonesia


Pilihlah satu jawaban yang tepat!


01. 1. Tarna : Sum, tidaklah kau akan bicara dengan aku ?

2. Sumiati : Aku ikut bersedih Tarna, kau kehilangan ayahmu.

3. Tarna : (Curiga) ikut bersedih Sum, karena itu ?

4. Sumiati : Atau menurut pikiranmu aku mesti bergirang hati barangkali.

5. Tarna : Mengapa tidak, banyak alasan bagimu untuk bergirang.

6. Sumiati : (dengan kasih) Tarna.

7. Tarna : (pahit) Kau tentunya bertambah-tambah kasihanmu padaku sekarang, kasihan pada anak yatim !

8. Sumiati : Tidakkah cukup bagimu aku bersedih ?

9. Tarna : Ya, banyak benar permintaanku padamu rupanya, terima kasih !

Drama "API" karya Usmar Ismail

Konflik yang terdapat dalam penggalan drama di atas dimulai pada percakapan nomor … .

A. 1 dan 2 D. 5 dan 6

B. 2 dan 3 E. 7

C. 3

02. Mardilah : (duduk) Apakah bapakmu bukan pemimpin yang jujur, bukan pemimpin yang sempurna itikadnya untuk membela rakyat ? kalau bapakmu bukan pemimpin yang sempurna dan baik, orang tidak akan mau menyerahkan pimpinan partai kepadanya, Suhita.

Suhita : Jabatan bisa dibeli dengan uang dan pembohongan-pembohongan, Ibu. Soal itu engkau bisa merenungkannya sendiri. Tapi bukankah aku berhak menentukan apa yang layak aku perbuat ? Bukankah aku berhak tidak menyukai seseorang termasuk ayahku sendiri kalau orang itu nyata-nyata…

Mardilah : (Menukas dengan tajam)

Suhita ! Dari mana kau dapat kata-kata yang tidak layak itu ?

Suhita : Dari hati nuraniku, Ibu.

Pengejaran, karya Email S.

Konflik yang tergambar dalam dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. penegakan keadilan D. perjuangan hak

B. pembelaan terhadap kebenaran E. penunaian kewajiban

C. pembelaan terhadap kejujuran


03. Maimun : (Dengan air mata dalam suara) Tapi Mas Narto, lihatlah ayah sekarang seperti itu dia … telah tua … karena itu …

Gunarto : Maimun sering benar kudengar kau namai kata-kata yang tak berarti … Ayah ! Hanya karena orang masuk ke rumah kita lalu mengatakan ayah kita, kau panggil dia ayah ! Padahal dia tidak kita kenal. Sekarang kita dapatkah kau merasakan sungguhisungguh bahwa kau memang berhadapan dengan seorang ayah, ayahmu ?

Maimun : Tapi Mas, kita adalah darah dagingnya. Bagaimana kelakuannya, kita tetap anaknya yang harus memeliharanya.

Gunarto : Jadi maksudmu, itu kewajiban kita ? Sesudah dia memuaskan hatinya di mana-mana, dia kembali, karena dia telah tua, dan harus kita memelihara ? Hmmm … sungguh enak kalau begitu.

Ayah : (Suara agak marah tetapi sebenarnya lemah) Gunarto sampai hatimu berkata begitu pada ayahmu, ayahmu sendiri, ayah kandungmu. Ayahku Pulang

Disadur oleh : Usmar Ismail


Konflik yang terdapat dalam penggalan di atas adalah …

A. Seorang ayah yang telah menyia-nyiakan harapan anak-anaknya.

B. Tuntutan pertanggungjawaban seorang anak terhadap ayah kandung yang telah menyia-nyiakan.

C. Kekecewaan seorang anak terhadap ayah kandung yang telah menyia-nyiakannya.

D. Kasih sayang seorang anak perempuan terhadap orang tuanya lebih besar daripada anak laki-laki.

E. Hancurnya harapan seorang ayah kandung terhadap anak-anaknya.

04. Amin : Saudara Aman ! Mana kedua nona-nona ini ? Apa tidak masuk ?

Aman : Mereka minta permisi sebentar ke Pasar Baru, Tuan.

Amin : Sekarang sudah pukul sebelas, mengapa tidak dalam waktu mengasoh saja pergi ?

Aman : Saya sudah bilang, Tuan. Tapi nona-nona itu tidak peduli.

Amin : Saudara Aman harus bertindak keras !

Aman : Macam mana saya bertindak keras ? Larangan saya diketawai mereka. Mereka bilang boleh ngadu

sama sepmu !

Amin : Ancamkan sama perhentian !

Aman : Mereka mengucap syukur kalau dapat pergi dari kantor ini.


Tuan Amin, karya Amal Hamzah


Latar yang tampak dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. sebuah kantor C. ruang tunggu E. sebuah restoran

B. ruang tamu D. pasar

05. Ka. Penjara : (Berdiri dan berjalan memandang ke luar jendela) Saya pikir, saya sudah terlalu tua untuk

soal- soal begini, menggantung orang biasanya tidak mengganggu pikiran saya. Tapi sekarang

Ulama : Memang bukan pekerjaan enak, walaupun yang digantung itu orang yang sejahat-jahatnya.

Ka. Penjara : (Berpaling tiba-tiba) Yabng mengganggu pikiran saya ialah mengapa kaliini saya jijikan, lebih

dari yang duku-duku. Anak ini melakukan kejahatan yang luar biasa.

Ulama : Ya, membunuh orang ; sadah, kejam, dan dirajang lebih dulu.

Ka. Penjara : Dan dia mengaku salah. Sudah sepantasnya dia dihukum gantung.hanya Satu Kali


Setting psikis yang tampak dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. kehancuran moral seorang kepala penjara

B. kegelisahan hati karena tugas yang mahaberat

C. kejahatan seorang anak

D. keberandalan dan keganasan seorang anak

E. kepiluan seorang kepala penjara


06. Salah Seorang : "Ya, tapi tidak kebetulan, dia sengaja!"

Salah Seorang : "Jangan-jangan mau menipu lagi seperti yang sudah-sudah !"

Salah Seorang : "Sssst, jangan begitu !"

Salah Seorang : "Iya. Ayo buat apa memanjakan dia !"

Salah Seorang : "Ini kan orang sakit, kok memanjakan bagaimana ?"

Salah Seorang : "Bisa saja dibuat-buat seperti yang sudah-sudah itu !"

Salah Seorang : "Yang sudah-sudah mana ! Bisanya ya bisa tapi, ah tidak !"


Aduh, karya Putu Wijaya


Isi penggalan drama di atas sesuai dengan pernyataan dalam keseharian di bawah ini, adalah …

A. Kadang kita ingin sekali menolong orang lain yang sedang mengalami penderitaan.

B. Kesengsaraan selalu hadir pada saat yang tepat dan membuat orang lain selalu bisa memberikan pertolongan.

C. Ada kalanya kita menjadi ragu untuk memberikan pertolongan kepada orang lain. Hal ini terjadi karena kita harus berhati-hati daripada tertipu dan terpeaya oleh kelicikan orang lain.

D. Dalam dunia yang serba gemerlap ini kadang kita dituntut untuk berlaku kejam dan tidak perlu memperhatikan penderitaan orang lain.

E. Kita perlu berpikir dengan sangat cermat sebelum melakukan suatu tindakan dalam bentuk apapun.


07 Bapak : Mereka datang. Cepatlah bertindak ! Dan kau anakku, ikutlah bersama bakal suamimu.

Bungsu : Bapak juga … .

Bapak : Tidak ! Aku tidak akan pergi. Aku akan tetap di sini. Mereka akan segera kemari. Mereka akanmenjumpai jenazah abangmu. Dan aku, akan bikin perhitungnan dengan mereka.

Bungsu : Tidak Bapak mesti ikut kami. (terdengar ledakan bom-bom bergemuruh, bersusul tembakan meriam-meriam).

Bapak : Cepat pergilah ! Cepat.


Sikap dan pendirian tokoh "Bapak" dalam penggalan drama di atas dapat diteladani sebagaimana pernyataan di bawah ini …

A. Gigih dalam menghadapi bahaya dan tantangan.

B. Perjuangan selalu memerlukan pengorbanan yang tidak kecil.

C. Kebersamaan akan mampu membawa kita pada kesatuan dan keselamatan.

D. Mempertahankan hak dan kebenaran sampai dengan titik darah yang penghabisan merupakan hal yang sangat mulia bagi orang yang berjiwa ksatria.

E. Rela berkorban dengan tanpa perhitungan merupakan hal yang utama.


08. "Night Club, Pak, pusat kehidupan malam di kota ini. Tempat orang-orang kaya membuang duitnya. Lampunya lima watt, remang-remang, perempuan cantik, minuman keras, tari telanjang dan musik gila-gilaan. Pendeknya yahud", ujar penjaga sambil mengacungkan jempolnya. "Lantas apa yang mereka perbuat di situ," suaranya tercekik, membayangkan ketakutan yang besar. "Berdansa, bercumbu. Biasa, Pak, Jakarta," jawabnya ringan. "Astaga, Gusti Pangeran Nyuwun Ngapura … adikku sering ke situ ?" ujarnya lirih mengandung sendu. " Tidak e situ. Ke Paprika, tapi sma saja. Malah karcisnya mahal di sana, enam ribu."

"Enam ribu, sama dengan dua bulan gajihku." keluhnya pelan. Lampu-lampu yang berkilauan terasa menusuk-nusuk matanya, sedang kebisingan kota menyayat-nyayat hatinya. Samar-samar mulai disadarinya bahwa dia tengah kehilangan adiknya, Paijo tercinta.

Pak Pong yang malang menatap kota dengan dendam di dalam hati.


Laut Biru Langit Biru

karya Totilowati Tjitrawasita


Watak tokoh Pak Pong dalam penggalan di atas tampak tergambar pada kalimat …

A. "Lantas apa yang mereka perbuat di situ,"

B. "Berdansa, bercumbu. Biasa, Pak, Jakarta,"

C. "Astaga, Gusti Pangeran Nyuwun Ngapura … adikku sering ke situ ?"

D. " Tidak e situ. Ke Paprika, tapi sma saja. Malah karcisnya mahal di sana, enam ribu."

E. "Enam ribu, sama dengan dua bulan gajihku."

09. "Kenapa suami meninggalkanmu ?"

"Ia menghendaki aku seperti perempuan lain. Ia mengira aku meminta ini dan itu. Dan ia siap untuk memenuhi, untuk membuktikan bahwa ia adalah suami yang terhormat di mataku. Tetapi aku tidak pernah meminta, hingga akhirnya ia merasa malu. Ia merasa malu, karena aku menuntut hakku yang sebenarnya tanpa aku ucapkan."

"Apa hak yang kau tuntut itu ?"

"Ia harus hadir di rumahku, di atas ranjangku sebagai laki-laki. Aku tidak tertarik kalau di ranjangku ia bercerita tentang perdagangan, tentang laba dan kekayaan yang bertambah."

"Kau juga tidak ingin ia mengeluh tentang kerugian yang dialaminya."

"Ya. Tiap hari alas kasur kuganti, bunga raampai kutaburkan di atas kasur. Aku lakukan itu semua bukan untuk menunggu suamiku bercerita tentang kejelekan orang lain yang menjadi langganan dagangannya."


Warisan, karya Chairul Harun


Tokoh di atas dapat dikatakan orang yang berpendirian teguh dengan tidak terpengaruh oleh kebiasaan perempuan lain, namun sebenarnya ia justru mempunyai tuntutan yang sangat besar terhadap suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam penggalan berikut … .

A. Ia menghendaki aku seperti perempuan lain.

B. Tetapi aku tidak pernah meminta, hingga akhirnya ia merasa malu.

C. Ia harus hadir di rumahku, di atas ranjangku sebagai laki-laki.

D. Tetapi aku tidak pernah meminta, hingga akhirnya ia merasa malu. …. Ia harus hadir di rumahku, di atas ranjangku sebagai laki-laki.

E. Ya. Tiap hari alas kasur kuganti, bunga raampai kutaburkan di atas kasur.


10. Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarang ia bertanding ke rumah sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan saya, seluruh keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.

Si Mata Satu


Penggambaran watak tokoh dalam penggakan cerpen di atas dilakukan melalui … .

A. tindakan tokoh D. dialog antartokoh

B. gaya hidup tokoh E. tanggapan salah seorang tokoh

C. penuturan secara langsung oleh pengarang


11. Di dalam rumah dokter Sukartono damai saja. Pertengkaran tidak terjadi lagi. Masing-masing berbuat sehendaknya, seolah-olah ada perjanjian, diam-diam, tiada akan singgung menyinggung, biar-membiarkan berbuat semaunya. Masing-masing tiada lagi menyinggung percakapan pada tengah malam itu. Mereka tiada pernah duduk bersemanjar, seolah-olah sudah bermufakat kalau yang satu duduk tenang-tenang, yang seorang lagi keluar atau di kamar, supaya jangan lagi bertukar pikiran.


Belenggu, karya Armyn Pane


Latar psikis yang mendukung emosi tokoh dalam penggalan di atas adalah … .

A. suasana menegangkan dalam rumah dokter Sukartono

B. suasana damai dalam rumah dokter Sukartono

C. tidak terjadi komunikasi antartokoh

D. keadaan tokoh yang saling pengertian satu dengan yang lain

E. tidak pernah terjadi pertengkaran


12. Seorang Pasus Dayak yang sudah tua, maju perlahan. Mulutnya komat-kamit membaca mantra. Di kelilinginya rumah itu sambil menghamburkan beras kuning. Aku sekan tak percaya dengan apa yang kulihat. Rumah itu terbakar! Anehnya, api tak menjalar ke rumah lain di sekitarnya, tapi di rumah itu saja! Pikiranku melayang entah ke mana. Kepalaku terasa pusing. Barangkali aku kapidaran. Cepat aku pulang ke rumah. Di depan beranda depan, kulihat banyak bungkusan. Tetesan darah merembes. Bau amis menyengat. Betapa terkejutnya aku ternyata bungkusan itu berisi kepala orang! Wajah-wajah pucat yang tak berdarah lagi. Ada yang terpejam. Ada yang melotot. Ada yang mulutnya menganga. Pada bungkusan kesepuluh kulihat kepala bayi. Semuanya tanpa anggota badan. Kuberanikan diri membuka bungkusan kecil yang teronggok. Ada sepotong daging kecil. Mirip hati manusia. Pandanganku terasa gelap.

Purnama di atas Kapuas

karya Fuji Hidfriyati, S.Pd.


Setting yang tergambar pada penggalan di atas mempengaruhi kondisi psikis tokoh sebagaimana tersebut di bawah ini … .

A. tokoh aku merasa sangat keheranan

B. tokoh aku menjadi terbius dengan keadaan sekelilingnya

C. terjadi suatu hal yang bersifat supranatural

D. terjadi kemustahilan yang luar biasa

E. tokoh utama dalam penggalan tersebut menjadi terobsesi pada hal-hal di luar kesadaran dirinya


13. Sabtu sore menjelang jam empat kira-kira 400 sampai 800 bangsawan berkumpul di aloon-aloon utara. Kuda-kuda dan pengendaranya dihiasi dengan indah sekali. Sekitar pendopo-pendopo kecil yang disebut “pakapalan”, tempat para bangsawan utama beserta kuda-kuda dan abdinya menantikan kedatangan sang raja. Setiap pakapalan dilengkapi dengan alat-alat gamelan, terdiri atas kira-kira 30 buah gong besar dan kecil. Raja sendiri memiliki enam stel gamelan yang tersebar di berbagai tempat. Masing-masing terdiri atas 200 alat musik. Sambil menantikan kedatangan sang raja pasangan gamelan tadi dibunyikan lirih-lirih. Setiap orang menajamkan pandangannya untuk mengetahui, tutup kepala macam apa yang dipakai sri susuhan, kuluk atau destar. Bila sang raja tampil dengan destar, maka para bangsawan mengangkat kuluk mereka dan menerima sebuah destar dari abdi-abdi yang sudah siap. Bila raja menginjakkan kaki di aloon-aloon semua alat gamelan dibunyikan, sehingga, demikian dikatakan van Goens suara sepuluh genderang pun tak akan terdengar: Raja diiringi oleh kurang lebih 300 orang berjalan kaki.


Dick Hartoko

Pada penggalan tersebut pengarang cenderung mempergunakan gaya penceritaan yang klasik. Hal ini ditunjukkan pada …

A. Penggunaan diksi yang terpengaruh oleh unsur budaya tertentu.

B. Pengangkatan tema yang cenderung bersifat kuno dan klasik.

C. Kesadaran pengarang untuk menulis cerita ini.

D. Unsur budaya yang melatari cerita ini.

E. Kondisi psikis pengarang pada saat menulis karya ini.


14. Setelah diperintah tiga kali, akhirnya dengan kesal hati Sita berkata bahwa ia betul-betul wanita yang setia kepada suaminya. Untuk membuktikan hal itu, kali ini ia mengatakan bahwa jika Dewi Pertiwi menerimanya, itulah tanda bahwa dia betul-betul suci. Setelah berkata demikian, berbelahlah bumi dan dari dalamnya keluarlah sebuah sebuah takhta yang di atasnya duduk Dewi Pertiwi. Sita yang suci dipeluknya dan mereka sama-sama lenyap ke dalam bumi. Melihat kejadian itu Rama sangat menyesali tindakannya yang dianggapnya kurang bijaksana itu.


Rama dan Sita


Gaya penceritaan yang tampak pada penggalan sastra klasik di atas adalah … .

A. melankolis D. realistis

B. cenderung simbolis E. serius tetapi ironis

C. romantis


15. Tarna : (mengejek) Engkau kehilangan juga rupanya.

Irwan : Ya umpamanya kehilangan engkau dan …

Tarna : (kasar) Sudahlah, aku ikut bersedih kau kehilangan! (keluar)

Irwan : (kepada Sumiati) Akan kuulangkah lagi, segala percakapan dengan Tarna ini, dengan engkau Sum?

Sumiati : Kau rasa perlu?

Irwan : Suaramu sudah lain kepadaku Sum. Benarlah dugaanku kau pun menyangka aku.

Sumiati : Aku tak mengatakan.

Drama "API" karya Usmar Ismail

Watak tokoh Tarna dalam penggalan drama di atas ditunjukkan oleh … .

A. pengarang secara langsung D. petunjuk laku dalam drama

B. dialog antartokoh E. ilustrasi dalam drama

C. kata-kata tokoh dan petunjuk laku


16. Mahasiswa : Apa yang harus kupercayai? Ayahku tidak berdusta.

Lelaki Tua : Itu benar sekali. Seorang ayah tidak pernah berdusta. Tapi aku juga seorang ayah dan karena itu …

Mahasiswa : Apa yang Tuan maksud?

Lelaki Tua : Aku menyelamatkan ayahmu dari kehancuran dan dia membalas dengan segala kebencian yang menakutkan. Dia mengajar keluarganya untuk memburuk-burukkan aku.

Mahasiswa : Barangkali Tuan membuat jadi tidak tahu berterima kasih. Karena Tuan meracuni bantuan Tuan dengan penghinaan yang tidak perlu.

Lelaki Tua : Semua bantuan adalah penghinaan Tuan.

Mahasiswa : Apa yang Tuan inginkan dari aku?


Hantu, karya Johan August Strinbeg


Watak Lelaki Tua yang tergambar dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. penyabar D. murah hati

B. pendendam E. egois dan pendendam

C. egois dan menghitung jasa


17. Gaya bahasa ironi yang terdapat dalam penggalan drama pada soal nomor 16 di atas ditunjukkan oleh … .

A. Apa yang harus kupercayai? Ayahku tidak berdusta

B. Seorang ayah tidak pernah berdusta.

C. Dia mengajar keluarganya untuk memburuk-burukkan aku.

D. Semua bantuan adalah penghinaan Tuan.

E. Apa yang Tuan inginkan dari aku?


18. Lelaki Tua: Aku menyelamatkan ayahmu dari kehancuran dan dia membalas dengan segala kebencian yang menakutkan. Dia mengajar keluarganya untuk memburuk-burukkan aku.

Penggalan dialog drama di atas mempergunakan gaya bahasa … .

A. personifikasi D. sinekdok

B. metafora E. hiperbola

C. sarkasme

19. Terdapat dinding pemisah yang jelas antara pemain dengan penonton, pementasan tidak memerlukan naskah atau skenario merupakan ciri drama …

A. modern D. tablo

B. tradisional E. romantik

C. sendratari

20. Penjenisan drama berdasarkan sifat isinya dapat ditunjukkan sebagaimana di bawah ini… .

A. komedi, tergedi, dan tragedi komedi D. komedi, romantik, dan drama duka

B. tradisonal dan modern E. opera, pantomim, dan tragedi komedi

C. dagelan, drama klasik, dan tablo

21. 1. tidak terdapat dinding pemisah yang jelas antara penonton dan pemain

2. setting tidak harus disesuaikan dengan adegan yang ada

3. diatur oleh sutradara dengan skenario yang jelas

4. pemain mempunyai kebebasan berimprovisasi

5. dipentaskan dengan tidak mempergunakan kata-kata



Pernyataan di atas merupakan yang merupakan ciri-ciri teater modern adalah … .

A. 1, 2, dan 3 D. 3 dan 4

B. 2, 3, dan 4 E. 4 dan 5

C. 2 dan 3


22. Dandang Gendis : (memegang tangan Dewi Amisani) Jangan Dewi mempermainkan hati yang putus asa. Kalau Dewi benci kepadaku, katakanlah dengan jelas. Aku sekarang seperti Dasamuka di pondok Rama membujuk Sinta.

Dewi Amisani : Seperti Dasamuka? Bukan, akan tetapi seperti Rama, karena Tuanlah yang dinanti-nanti jiwaku.

Dandang Gendis : (tersenyum) Dewi tiada mengetahui siapa saya ini sebenarnya. Saya seorang yang hina dina, yang diusir dari keluarganya, yang tidak berumah tangga.

Dewi Amisani : Tuan ialah Dandang Gendis dan apalagi yang harus aku kuketahui? Bertanyakah bunga kepada lebah dari mana datangnya dan ke mana perginya? Bertanyakah sungai kepada lautan berapa luasnya dan berapa dalamnya?

Dandang Gendis : O, Amisani, berikan daku bahagia, karena lamalah aku sudah hidup dengan berduka cita. Kekasih, cinta Raden Inu Kertapati kepada Dewi Angreni belum sebesar semulia cintaku.


Kertajaya, karya Sanusi Pane


Tema yang terdapat dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. duka cita seorang ksatria D. penderitaan hidup dua orang kekasih

B. cinta dan kasih sayang E. pembelaan akan kebenaran

C. balada kehidupan


23. Atma : Wajah-wajah yang cukup kau kenal Karoman.

Karoman : Ya. Wajah-wajah yang sedang menanti jatuhnya vonis dari tanganmu.

Atma : Aku tahu, tapi diamlah, Karoman.

Karoman : Hukuman mati, Atma?

Atma : Diamlah!

Karoman : Hukuman tembak, Atma?

Atma : Diamlah! Dianm kataku! Ini bukan urusanmu! Ini urusan hakim! Urusan hokum! Urusan

Pengadilan.

(Karoman diam)

Tok Tok Tok, karya Ikranegara


Tema yang terdapat dalam penggalan drama di atas adalah … .

A. hukuman bagi para penjahat D. beban psikologis para penegak hokum

B. gambaran pelaksanaan hukum E. jenis-jenis hukuman

C. penentuan vonis


24. Karnasih : Tetapi (sambil mengeluarkan sebuah rol kertas dari dalam tasnya), Mas lupa kepada keadilan

Tuhan? Dan ini apa? (memberikannya kepada Irwan)

Irwan : Tetapi dari mana kau dapat ini?

Karnasih : (pasti) Aku curi dari laci ayah kemarin sore. Karena itu ayah marah-marah saja kemarin!

Irwan : (diam sejurus, kemudian tersenyum) Lihatlah fajar yang merah itu sebagai di sana ada unggun

api.

Karnasih : Ya, api! Api membakar kejahatan!

Irwan : Api penjerang semangat berjuang. Api alat penerang Tuhan! Api! (mereka berdua seolah-olah

terpesona)


Drama "API" karya Usmar Ismail

Nilai sosial budaya yang terdapat dalam penggalan drama di atas adalah …

A. Melakukan pencurian untuk sesuatu yang dianggap benar.

B. Kebenaran bisa datang dari berbagai macam peristiwa.

C. Semangat berjuang yang besar bisa menghancurkan bentuk-bentuk kejahatan.

D. Dalam masyarakat terdapat kejahatan dan kebaikan.

E. Api yang membakar semangat berjuang.

25. AWAN

Awan datang melayang perlahan,

Serasa bermimpi, serasa berangan,

Bertambah lama lupa di diri,

Bertambah halus akhirnya seri,

Dan bentuk menjadi hilang,

Dalam langit biru gemilang.

Demikian jiwaku lenyap sekarang

Dalam kehidupan teduh tenang.

Madah Kelana, karya Sanusi Pane

Frase yang bermakna konotasi dalam puisi di atas adalah … .

A. awan datang D. langit biru

B. serasa bermimpi E. teduh tenang

C. bertambah lama

26. Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutera senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Sajak Putih, karya Chairil Anwar


Diksi pada puisi penggalan puisi di atas cenderung bersifat … .

A. onomatope D. lambang bunyi

B. eufoni E. anaphora

C. kakafoni

27. Meniti tasbih

Malam pelan-pelan

Dan burung pedasih

Menggaris gelap di kejauhan

Kemudian adalah pesona

Wajah-Nya tersandar ke kaca jendela

Memandang kita, memandang kita lama-lama.


Pertemuan, karya Gunawan Muhammad


Dalam puisi di atas penyair mengungkapkan kegundahan hatinya dengan cara … .

A. merenungi perjalanan hidupnya

B. melakukan koreksi terhadap jegelapan dirinya

C. melakukan pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa

D. memandang kejauhan berlama-lama

E. bersenda gurau dengan burung pedasih


28. Anita.

Memacu kuda garang, merasuk hidup jalang

ditolaknya setiap perhentian

Anita.

Dikutukinya sarang cemburu, degil dan duka

Berpacu juga ia yang terlanda rebah dikakinya

Sampai tiba-tiba terpaling kepalnya

Satu binar caya merobah warna iklim

Lelaki berorot mengurungnya pada cinta

Yang dengan angkuh memandanya ke darahnya berpacuan

Anita.

Lelaki itu memperkosanya di ladang

Hujan gerimis menambah ribut dada dan alang-alang.

Lalu meninggalkannya dengan dingin mata

Menenggelamkan diri bagi bahasa cinta.


Balada Anita, karya W.S. Rendra


Penyair mengungkapkan perasaannya dalam puisi di atas dengan cara sebagaimana berikut, kecuali … .

A. mempergunakan diksi yang menarik

B. mempergunakan gaya bahasa ironi yang penuh perlambang

C. memperhatikan keseimbangan eufoni dan kakafoni

D. melakukan penyimpangan ketatabahasaan untuk kepentingan rima dan makna

E. mempergunakan gaya bahasa anaphora


29. Tingkah lakumu memalukan kami.

Cara dudukmu menghina kami.

Rasakan sendiri, tangan mencencang bahu memikul.

Meminjam itu serasa manis, tetapi memulangkan atau membayarnya serasa pahit dan getir.


Tarigan

Larik yang bercetak miring pada kutipan puisi di atas mempunyai kandungan nilai … .

A. religus D. sosial budaya

B. sosial politik E. budaya

C. moral dan didaktis

30.

1. Barang siapa mengenal Allah

Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah

Barang siapa mengenal akhirat

Tahulah ia dunia mudarat


2. Cahari olehmu akan sahabat

Yang boleh dijadikan obat

Cahari olehmu akan guru

Yang boleh tahukan seteru


3. Hendaklah jadi kepala

Buang perangai yang cela

Hendaklah memegang amanat

Buanglah segala khianat


4. Ingatkan dirinya mati

Itulah asal berbuat bakti

Akhirat itu terlalu nyata

Kepada hati yang tidak buta


5. Apabila banyak berkata-kata

Di situlah jalan masuknya dusta

Apabila anak tidak dilatih

Jika besar bapaknya letih


Gurindam Dua Belas

karya Raja Ali Haji


Kutipan gurindam di atas yang menyiratkan nilai budaya dalam masyarakat adalah … .

A. 1 dan 2 D. 3

B. 1 dan 3 E. 5

C. 2 dan 4


31. Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil

Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok

Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan

Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral

Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang kau hafal

Jiwa begitu murni, terlalu murni

Untuk bisa membagi dukaku.


Gadis Peminta-Minta

karya Toto Sudarto Bachtiar


Nilai sosial budaya yang menonjol pada penggalan puisi di atas tampak pada larik …

A. Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil

B. Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok

C. Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral

D. Jiwa begitu murni, terlalu murni

E. Untuk bisa membagi dukaku.


32. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,

Dengan kata yang tak sempat kuucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.


Aku Ingin, karya Sapardi Djoko D.


Tema yang tersirat dalam puisi di atas adalah … .

A. kesederhanaan dalam menjalani hidup di dunia

B. kesederhanaan berpikir

C. ungkapan cinta dan kasih sayang terhadap seorang kekasih

D. keindahan alami seorang wanita

E. perumpamaan tentang kesederhanaan


33. Berdasarkan bentuknya puisi pada soal nomor 32 di atas dapat diklasifikasikan ke dalam jenis …

A. distikon D. kuin

B. tersina E. sektet

C. kuartrain


34. Di bawah ini merupakan ekspresi perasaan seorang penyair yang berwujud syair, adalah …

A. Berhentilah kisah raja Hindustan,

tersebutlah pula suatu perkataan,

Abdul Hamid Syah paduka sultan,

duduklah baginda bersuka-sukaan.

B. Jalan-jalan ke kampung dalam,

singgah-menyinggah di pagar orang.

Pura-pura mencari ayam

ekor mata di anak orang.

C. Cahari olehmu sahabat,

yang boleh dijadikan obat.

Barang siapa mengenal diri,

maka telah mengenal Tuhan yang bahri.

D. Jantungkau sudah kugantung,

Hatikau sudah kurantai.

Rantai Allah, rantai Muhammad,

Rantai Baginda Rasul Allah.

E. Dunia juga yang indah maka tercenganglah manusia,

Sebab terkadang ia terhina dan lagi termulia.

Bahwa seseorang tiada kenal dunia itu,

Dalam dunia juga hidupnya sehari-hari sia-sia.




35. KEPASRAHAN

kepada Tuhan

Pada-Mulah semata kupasrahkan tanpa sarat

Segala yang pernah dan akan aku perbuat

Berikanlah kepadaku semauku apa yang Engkau suka

Tanganku telah siap menerima sorga atau neraka.

Aku yakin pada keillahian-Mu

Aku yakin pada kemanusiaanku.

Majalah Horison


Berdasarkan isinya puisi di atas dapat dikategorikan ke dalam jenis … .

A. epigram D. elegi

B. balada E. himne

C. satire

36. Larik-larik puisi di bawah ini menunjukkan pemakaian diksi cenderung mempunyai kesan kering, adalah …

A. dengan puisi aku bernyanyi

sampai senja umurku nanti

dengan puisi aku bercinta

berbatas cakrawala

B. daun-daun kuning sudah, sebentar lagi

jatuhlah. Kau tak usah sedih

jika mesti pergi dalam dingin angin

yang mulai merintih

C. ketika beta terjaga dini hari

melihat alam sepermai ini

terasalah beta darah baru

gembira berdebur di dalam kalbu

D. pergi ke dunia luas , anakku sayang

pergi ke hidup bebas

selama angin masih buritan

dan matahari masih menyinari daun-daunan

E. cerah nian langit sekarang

awan-awanan tiada di sana

berkelap-kelip senyuman bintang

bagai beledru bertabur permata


37. “Yah, Mas, empat ratus,” suara si kerempeng lagi. “Nggak,” jawabku. “Kalau mau dari tadi, sudah dekat”, lanjutku. Peluh telah bercucuran di sekujur tubuhku, dan kakiku lecet bergesekan dengan sepatu kulit yang masih terbilang baru. Perih sekali. Tapi aku berkeras hati untuk tetap berjalan. Juga tidak untuk menawar becak lain yang kujumpai tidak berpenumpang. Tidak. Tidak perlu lagi rasa kasihan. Buktinya si kerempeng itu dengan angkuhnya di sadel smentara aku sempoyongan menjinjing tasku. Langkahku makin kupaksakan. Dia terus mengikuti dengan becaknya.


Becaaak, karya Marselli


Watak tokoh “aku” yang tergambar dalam penggalan cerpen di atas adalah … .

A. pemurah D. egois dan pendendam

B. pemberang E. penyabar

C. pemarah


38. Mbak Naya menghela napas panjang. “Uki, kamu sekarang sudah enam belas tahun. Mbak pengen melihat kamu berubah.” Uki menunduk, memilin-milin ujung kaos oblongnya seperti anak kecil tertangkap basah mencuri mangga. Uki memang berbeda dengan kakaknya yang feminine. Sejak kecil, Uki sangan dekat dekat sang Papi. Setiap akhir pekan, Papi selalu mengajak Uki berjalan-jalan, memancing ikan di sungai, latihan memanah, dan sebagainya. Kadang Uki juga sering ikut ke tempat papinya mengajar karate. Bahkan setiap kali ada genteng yang bocor, Uki selalu ikut naik ke atap. Mungkin kedekatan dengan sang Papi inilah yang membuat Uki sulit bersikap lemah lembut seperti layaknya seorang cewek. Apalagi teman-temannya kebanyakan cowok.


It’s Me, Uki!, karya RF. Dhona


Penggalan cerpen di atas mengisahkan tentang … .

A. watak Uki D. perilaku Uki

B. latar belakang tokoh Uki E. jalan hidup Uki

C. kedekatan Uki dengan Papinya


39. Jika penggalan cerpen pada soal nomor 38 di atas diubah menjadi bentuk drama, maka penokohan yang bias dimunculkan adalah … .

A. Uki. Papi, kakak, dan Mbak Naya

B. Uki, Papi, kakak, Mbak Naya, dan teman-teman cowok

C. Uki, Papi, kakak, Mbak Naya, dan teman-teman cowok

D. Uki, Papi, dan kakak

E. Uki, Papi, dan Mbak Naya





40. Novel ini mengisahkan nasib Hidayat, pegawai teladandi Perminus (Perusahaan Minyak Nusantara) yang melawan korupsi di perusahaannya. Hidayat mengetahui bahwa atasnanya, Kahar, mendapatkan keuntungan pribadi alias suapan sebesar puluhan juta DM dari salah satu perusahaan Eropa. Hidayat memberontak. Sebagai konsekuensinya, Hidayat terpaksa berhenti di Perminus. Dan dukungan untuk dicalonkan sebagai gubernur Jawa barat dicabut oleh seorang panglima setelah berunding dengan orang-orang penting di Jakarta.

Horison, Berthold Damshuser


Unsur yang dibahas dalam penggalan resensi di atas adalah … .

A. isi cerita D. keunggulan

B. gaya penceritaan E. kelemahan

C. kandungan moral


41. Novel ini diceritakan dengan gaya populer. Kalimat-kalimatnya berupa gurauan-gurauan dan ucapan-ucapan yang dapat terjadi di kalangan anak-anak muda terutama di kalangan mahasiswa. Banyak peristiwa, karakter, humor, dan ungkapan perasaan yang memancing simpati pembaca pada tokoh utama cerita. Tokoh utama cerita adalah Astiti Rahayu, mahasiswa Fakultas Sastra jurusan bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada yang merangkap menjadi pemandu wisata Indonesia Tour.


Jakob Sumardjo

Unsur yang dibahas dalam penggalan resensi di atas adalah … .

A. gaya penceritaan D. keunggulan novel

B. nilai budaya E. kelemahan novel

C. kandugan moral


42. Bukan saja korupsi yang dijadikan tema hangat dalam Ladang Perminus. Dalam salah satu dialog, peran perusahaan transnasional dan bahaya yang mengancam kesejahteraan rakyat Indonesia juga dibicarakan. Hal ini tampak terbaca pada dialog antara Hidayat dan Pena (hal. 171 – 172).


Unsur intrinsik yang diulas dalam penggalan resensi di atas adalah ...

A. alur D. perwatakan

B. seting E. tema

C. bahasa


43. Novel Raumanen karya Mariane Katoppo ini pada tahun 1975 memperoleh hadiah harapan Sayembara Penulisan Novel yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Kemuadian pada tahun 1982, Raumanen dinyatakan sebagai pemenang Hadiah Sastra Asia Tenggara (SEA Write Award). Para kritikus pada umumnya mengungkapkan bahwa keberhasilan novel ini pada bentuk penceritaannya yang menggunakan pencerita akuan (first person narrator) dari sudut pandang (point of view) Manen dan Monang. Kedua pencerita itu kemudian mengungkapkan pikiran dan perasaannya masing-masing.


Berdasarkan penggalan ulasan di atas, keunggulan novel Raumanen terletak pada … .

A. gaya bercerita D. pengungkapan pikiran

B. sudut pandang E. penghargaan yang diterima

C. tema cerita


44. Sri Sumarah” merupakan cerita panjang. Ia menceritakan kehidupan Sri Sumarah alias Bu Guru pijit istri guru Martokusumo. Umar Kayam dengan langgam Jawa yang santai bercerita bagaimana gadis ini diajar neneknya untuk menjadi istri “prototype” Sumbodro, seorang tokoh cerita wayang yang merupakan istri Arjuno. Sebagai Sumbodro, istri itu harus pasrah dan mengabdikan diri pada suami. Inilah sebabnya sejak muda Sri Sumarah telah belajar menerima ketegangan berupa keputusan sang suami untuk mengambil istri kedua.


Penggalan kritik novel di atas mengungkapkan unsur … .

A. latar D. amanat

B. jalan cerita E. tema

C. sudut pandang


45. Sebulan kemudian sesudah pertemuan pertama di restoran dan hotel, Tommi dan Endang kembali meluncur di dalam BMW abu-abu. Kali itu, sesudah makan siang di restoran yang sama, langsung menuju ke hotel, langsung menuju ke “lobby”, dan langsung pula naik lif masuk ke suite Tommi. “Wow”, seru Endang lirih, waktu masuk ke dalam suite. Suite itu mewah dan, diluar dugaan, ditata dalam cita rasa yang baik dan canggih. Tidak ada kesan norak dan kampungan, baik memilih warna-warna gorden, sprei, bantal, kursi, dan meja. Tommi langsung memeluk Endang dan menciuminya.


Jalan Menikung, karya Umar Kayam

Penggalan novel di atas menggunakan sudut pandang … .

A. orang pertama D. akuan sertaan

B. orang kedua E. akuan tak sertaan

C. orang ketiga

46. Waktu taksi Eko an Claire memasuki halaman rumah Tommi dan Jeanette, sesudah lolos melewati pintu gerbang yang kukuh berukir, mulut Claire tampak menganga. Matanya yang bundar besar-besar nampak semakin besar melihat berkeliling halaman yang luas sekali itu. “Wow, ini istana di Amerika bagian selatan, Ko. Pantasnya di Savannah dan Georgia, begitu. Ada pohon-pohon willow segala. Ada anjing-anjing herder berkelilaran, ada kolam renang besar berbentuk jantung, dan halaman rumput yang sehalus padang golf dan perdu-perdu yang terta apik. Semua serba wow, Ko!”

Jalan Menikung, karya Umar Kayam

Watak Claire dalam penggalan novel di atas tergambar melalui … .

A. uraian pengarang D. pandangan tokoh

B. uraian tokoh lain E. sikap tokoh

C. dialog antartokoh

47. Tetapi lebih-lebih dari segalanya, haruslah kaum perempuan sendiri insyaf akan dirinya berjuang untuk mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang lebih layak. Ia tiada boleh menyerahkan nasibnya kepada golongan yang lain, apalagi golongan kaum laki-laki yang merasa akan kerugian, apabila ia harus melepaskan kekuasaannya yang telah berabad-abad dipertahankannya. Kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita sebagai manusia. Kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru yang bebas berdiri menghadapi dunia, yang berani membentangkan matanya melihat kepada siapa juapun.


Layar Terkembang, karya Sutan Takdir A.

Berdasarkan kutipan di atas, salah satu ciri karya sastra bentuk prosa adalah … .

A. adanya pembaitan D. penggunaan rima

B. adanya petunjuk gerak E. didominasi dialog

C. penggunaan paragraf

48. Rindu tanapa batas

pada isi terpendam

angin lintas

bisik bibir kelu

gunung berapi berbalut awan

menjulang di angasapagi

Sebagai menelusuri wajah bumi

Kesepian hutan, lengang pertapa


Sitor Situmorang

Puisi di atas menggunakan majas… .

A. sinekdoke D. eufemisme

B. hiperbola E. eufemisme

C. personifikasi

49. Berhentilah kisah raja Hindustan,

tersebutlah pula suatu perkataan,

Abdul Hamid Syah paduka sultan,

Duduklah baginda bersuka-sukaan.

Abdul Muluk putera baginda,

besarlah sudah bangsawan muda,

cantik majelis usulnya syahda,

tiga belas belas tahun umurnya ada.


Puisi di atas mempunyai ciri-ciri sebagaimana tersebut di bawah ini, kecuali … .

A. terdiri atas sampiran dan isi pada setiap baitnya

B. setiap baris merupakan isi yang saling berkaitan

C. mempergunakan jenis rima terus

D. berisi cerita, dongeng, atau nasihat

E. setiap baris terdiri atas 8 sampai dengan 10 suku kata

50. Puisi-puisinya berisipujian terhadap tanah air, yaitu Sumatra. Puisi lahir oleh dorongan ekspresif yang bersifat pribadi, tidak lahir dalam iklim yang sama dengan puisi lama, misalnya pantun dan syair. Memang dalam usaha mencari bentuk-bentuk baru, penyair belum serentak melepaskan kebiasaan-kebeiasaan lama, seperti jumlah kata dan pem,bagian baris atas dua bagian yang diantarai oleh sebuah jeda serta pemeliharaan sajaknya. Sepintas kilas mengingatkan kita kepada bentuk puisi lama.


Penggalan esai sastra di atas berisi … .

A. pandangan penyair tentang tanah air D. usaha penyair dalam mencari bentuk baru

B. penyair yang terpengaruh oleh bentuk puisi lama E. pemujaan terhadap tanah air dengan puisi

C. puisi yang lahir atas dorongan ekspresif pribadi