28 April 2009

PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DENGAN

PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

Oleh: Akhmad Huda, S.Pd.

( Guru MTs Ma'arif Sunan Giri Prigen Kab. Pasuruan)

Abstrak: Pergeseran paradigma pembelajaran telah terjadi dalam praktik kependidikan. Banyak praktik pendidikan yang dianggap menguntungkan pada abad industrial, seperti belajar fakta, tubian (drill) dan praktik, hukum dan prosedur digantikan belajar dalam konteks dunia nyata, otentik melalui problem dan proyek, inkuiri, penemuan, dan invensi dalam praktik abad pengetahuan. Kita akan membayangkan betapa sulitnya mencapai perubahan yang sistematik ketika di lingkungan pendidikan kita masih teramat kental dengan kebiasaan praktik pendidikan, seperti belajar masih dikonsepsikan sebagai penyerapan fakta, belajar efektif dilakukan dengan drill, dst. Semakin jelas bahwa teknologi komunikasi dan informasi adalah katalis penting untuk gerakan kita menuju metode belajar di Abad Pengetahuan. Paradigma baru dalam belajar ini menggelar tantangan yang luar biasa besar dan peluang untuk pengembangan professional, baik preservice maupun inservice, bagi guru-guru kita. Dalam banyak hal, redifinisi profesi pengajaran/pembelajaran dan peranan guru memainkan peranan penting dalam proses belajar

Kata kunci: mutu, pembelajaran, pembelajaran berbasis proyek

Herchbach (1999) menegaskan, sekurang-kurangnya terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi agar pendidikan teknologi terus memainkan peran pendidikan yang signifikan di abad akan datang. Pertama, dan paling penting, pendidikan teknologi harus berfokus pada bagaimana yang terbaik dapat melayani pelajar. Sedikit waktu harus disisihkan untuk memikirkan tentang teknologi itu sendiri, dan lebih memperhatikan harapan atau kebutuhan orangtua dan pelajar dari lapangan dan bagaimana kita dapat menerjemahkan harapan ini ke dalam program pendidikan teknologi yang konkret dan dekat dengan kehidupan mereka.

Kedua, lingkungan juga harus memberi peluang pendidikan yang terbaik. Pendidikan teknologi yang terbaik dapat disusun secara interdisipliner, lingkungan belajar berbasis aktivitas yang memberi peluang pelajar menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dan teknologis. Kata-kata interdisipliner dan aktivitas perlu ditekankan. Barangkali di dalam lapangan atau subject matter yang lain tidak menjadi tekanan, akan tetapi dalam pendidikan teknologi, interdisipliner dan berbasis aktivitas itu memberi peluang bagi pelajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dari lapangan studi lain yang berhubungan. Hal ini juga berarti menempatkan kegiatan belajar pelajar di dalam konteks dunia nyata.
Ketiga, penting membangun dukungan di dalam komunitas kependidikan yang lebih besar tentang pentingnya pendidikan teknologi sebagai bagian bangunan kependidikan. Pendidikan teknologi adalah komponen integral yang penting di dalam dunia kependidikan secara menyeluruh.

Oleh karena itu, Householder (1999) menegaskan pendidikan teknologi harus: (1) memperluas landasan intelektual yang melatarbelakangi desain, manufaktur, konstruksi, komunikasi, transportasi, engineering, dan arsitektur yang memenuhi ruang teknik-teknik pengendalian alam dan dunia buatan manusia; (2) menjelaskan secara detail praktik dan body of technological knowledge agar mudah dikenali dan sebagai basis sumber perencanaan pembelajaran; (3) menyusun strategi pengembangan kurikulum yang komprehensif dan unik mengintegrasikan praktik dan pengetahuan dengan pemahaman kontemporer cara-cara pelajar memperoleh pengetahuan dan keterampilan; (4) mengekplorasi perbedaan individual dan kelompok, sehingga program yang tepat mungkin didesain secara integral dengan kerangka kultural dan individual mereka; dan (5) mengkaji kontribusi studi di bidang teknologi di dalam dan di atas masyarakat kontemporer dengan visi yang jelas dan kritis untuk mencapai kualitas hidup generasi masadepan.

Pembelajaran Berbasis Proyek dipandang tepat sebagai satu model untuk pendidikan teknologi untuk merespon isu-isu peningkatan kualitas pendidikan teknologi dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia kerja. Project-Based Learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik (BIE, 2001). Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru; model Project-Based Learning menekankan kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner, perpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.

Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss, Van-Duzer, Carol, 1998). Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan pelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000).

Berikut pengertian pembelajaran berbasis proyek menurut beberapa ahli. a). pembelajaran berbasis proyek adalah metoda pengajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic dan perancangan produk dan tugas [University of Nottingham, 2003]. b). pembelajaran berbasis proyek adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya [Barron, B. 1998, Wikipedia]. c). pembelajaran berbasis proyek adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata. [Blumenfeld et Al. 1991]. d). pembelajaran berbasis proyek adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar. [Boud & Felleti, 1991].

Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pelajar usia dewasa, seperti siswa, apakah mereka sedang belajar di perguruan tinggi maupun pelatihan transisional untuk memasuki lapangan kerja (Gaer, 1998). Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, pelajar menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka, guru berposisi di belakang dan pelajar berinisiatif, guru memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari. Produk yang dibuat pelajar selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi guru atau instruktur menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran pelajar.

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek

Ada tiga kategori umum penerapan proyek untuk pelajar, yakni mengembangkan keterampilan, meneliti permasalahan dan menciptakan solusi. Kreatifitas dari suatu proyek membantu perkembangan pertumbuhan individu. Berdasarkan hasil riset bahwa pembelajaran berbasis proyek memberikan kemampuan kognitif dan motivasi yang menghasilkan peningkatan pembelajaran dan kemampuan untuk lebih baik mempertahankan/ menerapkan pengetahuan. Pada model PBL pelajar dilibatkan dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan para pelajar untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan pelajar yang realistis. Pendekatan ini mengacu pada hal-hal sebagai berikut. a). Kurikulum : pembelajaran berbasis proyek tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. b). Responsibility : pembelajaran berbasis proyek menekankan responsibility dan answerability para pelajar ke diri dan panutannya. c). Realisme : kegiatan pelajar difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional. d). Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan pelajar untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. e). Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para pelajar menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. f). Keterampilan Umum : pembelajaran berbasis proyek dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. g). Driving Questions : pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu pelajar untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. h). Constructive Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para pelajar. i). Autonomy : proyek menjadikan aktifitas pelajar sangat penting.

Pendekatan pengejaran berbasis proyek adalah penggunaan proyek sebagai metoda pengejaran pengajaran Para pelajar bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara realistis. Prinsip yang mendasari adalah bahwa dengan aktifitas kompleks ini, kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi tidak tersusun dengan baik. Alternatif penggunaan pembelajaran berbasis proyek adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dari pengalaman terdapat dua dimensi untuk menggolongkan alternatif pembelajaran berbasis proyek : 1) penyelesaian tugas dan pembelajaran pengetahuan yang pokok, 2) manajemen proyek dan pembelajaran ketrampilan secara umum. Aktifitas para pengajar dan para pelajar bertukar-tukar tergantung pada derajat tingkat kendali yang diberikan kepada para pelajar dalam kedua dimensi.

Peran Pengajar dalam Pembelajaran Berbasis Proyek

Selama berlangsungnya proses belajar dalam pembelajaran berbasis proyek, pelajar akan mendapat bimbingan dari narasumber atau fasilitator, tergantung dari tahapan kegiatan yang dijalankan. a). Narasumber: Menyusun trigger problems, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran bahan cetak atau elektronik, dan melakukan evaluasi hasil pembelajaran. b). Fasilitator: Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan mendorong kelancaran kerja kelompok, serta melakukan evaluasi terhadap efektifitas proses belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah sebagai berikut: 1). Mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman. 2) Memastikan bahwa sebelum mulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi, sementara teman-temannya mendengarkan, dan seorang anggota yang bertugas mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi. 3). Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok. 4) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evaluation. 5) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan. 6) Memonitor jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, agar tidak ada tahapan dalam proses belajar yang dilewati atau diabaikan dan agar setiap tahapan dilakukan dalam urutan yang tepat. 7) Menjaga motivasi pelajar dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas dan juga memberikan pengarahan untuk mendorong pelajar keluar dari kesulitannya. 8) Membimbing proses belajar pelajar dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong pelajar mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, sudut pandang, dan lain-lain. 9) Mengevaluasi kegiatan belajar pelajar, termasuk partisipasinya dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap pelajar terlibat dalam proses kelompok dan berbagi pemikiran dan pandangan. 10) Mengevaluasi penerapan pembelajaran berbasis proyek yang telah dilakukan.

Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

Moursund, Bielefeldt, & Underwood (1997) meneliti sejumlah artikel tentang proyek di kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan testimonial terhadap guru, terutama bagaimana guru menggunakan proyek dan persepsi mereka tentang bagaimana keberhasilannya. Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut: 1). Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain. 2). Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks. 3). Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).
4). Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Kesimpulan

Model Pembelajaran Berbasis Proyek adalah penggerak yang unggul untuk membatu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner, mengelola bujet, menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif, dan bekerja dengan orang lain. Ada bukti langsung maupun tidak langsung, baik dari guru maupun siswa, bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek menguntungkan dan efektif sebagai metode pembelajaran. Yang lebih penting, ada beberapa bukti bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek, dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain, memiliki nilai tinggi dalam peningkata kualitas belajar siswa.


Daftar Rujukan

Khamdi, Waras. 2007. Pembelajaran Berbasis Proyek. (Online), (http://www. lubisgrafura.wordpress.com, diakses 24 April 2009)

Purnawan, Yudi. 2007. Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek). (Online), (http://www. purnawan.wordpress.com, diakses 24 April 2009)

PENGEMBANGAN SILABUS

PENGEMBANGAN SILABUS

Kompetensi Dasar

Bahan ajar ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya para mahasiswa. Bagi para mahasiswa setelah mempelajari bahan ajar ini , diharapkan dapat:

memahami pengertian silabus dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia;

memahami prinsip pengembangan silabus dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

memahami langkah-langkah pengembangan silabus dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ;

memperoleh kemampuan menyusun sialbus.

Uraian Materi

A. Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

B. Prinsip Pengembangan Silabus

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai

Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

8. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C. Unit Waktu Silabus

1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.

3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

D. Pengembang Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.

2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.

3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.

4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.

5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;

b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;

c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

a. potensi peserta didik;

b. relevansi dengan karakteristik daerah,

c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

d. kebermanfaatan bagi peserta didik;

e. struktur keilmuan;

f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

h. alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.

4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

Kata kerja operasional (KKO) Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan sebaliknya).

Kata kerja operasional pada KD benar-benar terwakili dan teruji akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator.

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.

a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan.

6. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Latihan

Setelah Anda membaca modul bagian ini, jawablah pertanyaan berikut!

Apa yang dimaksud dengan silabus?

Jelaskan prinsip-prinsip pengembangan silabus?

Jelaskan langkah-langkah pengembangan silabus!

Buatlah contoh silabus untuk pelajaran bahasa Indonesia kelas X , XI, XII SMA!

Analisislah silabus yang kalian buat berdasarkan prinsip pengembangan silabus yang telah dipelajari!

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar

Secara bahasa (harfiah), strategi dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem, yakni siasat atau rencana. Banyak padanan kata strategi dalam bahasa Inggris, dan yang dianggap relevan ialah kata approach (pendekatan) dan kata procedure (tahapan kegiatan). Dalam perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa Yunani itu, berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk mencapai tujuan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas RI, 2003: 1092), kata strategi mengandung empat pengertian, yaitu:

1. Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai.

2. Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan.

3. Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

4. Tempat yang baik menurut siasat perang.

Berdasarkan makna di atas, maka strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai:

1. Ilmu dan seni yang mengandung siasat/taktik yang digunakan guru dan siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Rencana yang cermat mengenai kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Pola-pola umum kegiatan guru-siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

B. Peran Penting Strategi Belajar Mengajar

Sedikitnya ada tiga peran penting strategi belajar mengajar, antara lain:

1. Setiap tujuan akan tercapai jika strategi yang diterapkan benar dan sesuai dengan rencana. Jadi strategi merupakan salah satu jembatan mencapai tujuan. Tidak sedikit orang gagal mencapai tujuan karena strategi yang diterapkannya salah.

2. Setiap proses pembelajaran akan berlangsung secara lancar dikarenakan guru dan siswa menggunakan strategi yang jitu.

3. Keberhasilan seorang guru dalam mengajar salah satunya ditentukan oleh kepiawaiannya dalam menggunakan strategi pembelajaran.

C. Fungsi Strategi Belajar Mengajar

Berdasarkan pengertian strategi belajar mengajar di atas, maka terdapat tiga fungsi SBM, yaitu:

1. Sebagai siasat atau taktik bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2. Sebagai rencana yang cermat dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. Sebagai pola umum bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

D. Sasaran Strategi Belajar Mengajar

Sasaran pokok strategi belajar mengajar adalah proses/kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

E. Penerapan Strategi Belajar Mengajar

Ada empat penerapan strategi belajar mengajar, antara lain;

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur dan metode belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan kegiatan mengajar.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem pembelajaran yang bersangkutan secara keseluruhan.

F. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar

Dalam pandangan Hasibuan dan Moedjiono (1986: 4-6), ada beberapa dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan strategi belajar mengajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa di antaranya yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami, dan pada gilirannya untuk dapat memilih secara lebih tepat serta menggunakannya secara lebih efektif di dalam penciptaan lingkungan belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan prinsip cara belajar siswa aktif yang mementingkan peranan aktif siswa dalam proses pembelajaran, sehingga mengajar dikonsepsikan sebagai penyediaan kondisi untuk membelajarkan siswa.

Klasifikasi strategi belajar mengajar tersebut antara lain:

1. Pengaturan guru dan siswa.

2. Struktur peristiwa belajar mengajar.

3. Peranan guru-murid di dalam mengolah pesan.

4. Proses pengolahan pesan.

5. Tujuan belajar.

1. Pengaturan Guru dan Siswa

Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran oleh seorang guru atau oleh suatu tim, selanjutnya dapat pula dibedakan apakah hubungan guru murid terjadi secara tatap muka ataukah dengan perantara media, baik media cetak ataupun visual. Sedangkan dari segi siswa dapat dibedakan pengajaran klasikal (kelompok besar), kelompok kecil (5 – 7 orang siswa), atau pengajaran perorangan.

2. Struktur Peristiwa Belajar Mengajar

Struktur peristiwa belajar mengajar dapat bersifat tertutup, dalam arti segala sesuatu telah ditentukan secara relative ketat, dapat juga bersifat terbuka, dalam arti tujuan khusus, materi, serta prosedur yang akan ditempuh untuk mencapainya ditentukan sementara kegiatan belajar mengajar berlangsung.

3. Peranan Guru-Murid di dalam Mengolah Pesan

Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap (telah diolah secara tuntas oleh guru sebelum disajikan) dinamakan bersifat ekspositorik, sedangkan yang mengharuskan pengolahan oleh siswa dinamakan heuristic. Ada dua sub strategi di dalam strategi heuristik, yaitu inkuiri dan discoveri.

4. Proses Pengolahan Pesan

Peristiwa belajar mengajar yang bertolak dari umum untuk dilihat keberlakuannya atau akibatnya pada yang khusus dinamakan strategi belajar mengajar yang bersifat deduktif, sedangkan strategi belajar mengajar yang ditandai oleh proses berpikir yang bergerak dari khusus ke umum dinamakan induktif. Pesan-pesan dalam pembelajaran yang berupa materi yang disajikan guru juga bisa bersifat deduktif ataupun induktif.

5. Tujuan Belajar

Robert M. Gagne mengelompokkan kondisi-kondisi belajar sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne mengemukakan delapan macam, yang kemudian disederhanakan menjadi lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, sehingga pada gilirannya membutuhkan sekian macam kondisi belajar untuk pencapaiannya. Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah:

a. Keterampilan intelektual.

b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.

c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini umumnya dikenal dan tidak jarang.

d. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka, dan sebagainya.

e. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah laku terhadap orang, barang, atau kejadian.

Kelima macam hasil belajar di atas mempersyaratakan kondisi-kondisi belajar tertentu sehingga dapat dijabarkan strategi belajar mengajar yang sesuai.

Pengklasifikasian strategi belajar mengajar yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bruce dan Marsha Weil, yang terdiri dari empat model mengajar, yaitu model interaksi sosial, pengolahan informasi, personal humanistik, dan modifikasi tingkah laku (Pembahasan keempat model tersebut akan diuraikan secara terperinci dalam bab tersendiri).

KARAKTERISTIK PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

KARAKTERISTIK PERENCANAAN

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh: Akhmad Huda, S.Pd.

1. Pendahuluan

Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain, terutama pelajaran nonbahasa. Demikian juga pada perencanaan pembelajarannya, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dapat ditinjau antara lain dari segi :

1. Teori Belajar Bahasa

2. Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa

3. Strategi Belajar

4. Metode Pembelajaran

5. Hasil Belajar dalam Tiga Ranah

2. Teori Belajar Bahasa

1. Teori Disiplin Mental

Teori Disiplin Mental (Plato, Aristoteles) berpandangan bahwa dalam belajar, pembelajaran didisiplinkan atau dilatih. Perkembangan anak terjadi akibat proses pelatihan yang dilakukan terus menerus. Teori ini selanjutnya berkembang menjadi teori behavioristik. Belajar dapat berhasil apabila mental seseorang didisiplinkan melalui kebiasaan yang ketat. Seseorang pandai berperang karena memang didisiplinkan dalam berperang. Konsep pembiasaan amat berperan dalam teori tersebut.

Pembelajar berada dalam posisi pasif dalam penentuan program belajar. Yang aktif dalam penyusunan program belajar adalah guru. Siswa harus aktif mengikuti konsep pendisiplinan yang telah dirancang guru secara mekanistis. Secara mekanistis pula siswa mengalami perkembangan belajar.

Perkembangan belajar siswa tidak terjadi secara alamiah, tetapi terbentuk dan terpola oleh program pendisiplinan mental yang telah ditentukan oleh guru atau penanggung jawab program. Hafalan, pembiasaan, pengulangan, dan penekanan, merupakan hal teramat penting dalam teori belajar ini.

2. Teori Pengembangan Alamiah

Setiap anak akan berkembang secara alamiah sehingga proses belajar pun berlangsung secara alamiah pula. Dalam perkembangannya anak akan mencapai tingkat kematangan untuk kemampuan-kemampuan tertentu. Anak akan mengalami proses belajar sesuai tingkat kematangannya.

Anak dipandang sebagai subjek yang berkembang sesuai dengan kematangannya. Belajar terjadi berdasarkan perkembangan itu sendiri. Aspek alamiah yang mendasarkan kualitas pribadi siswa menjadi orientasi utama dalam teori tersebut. Program belajar dikembangkan berdasarkan karanteristik dasar siswa.

3. Teori Behavioristik

Kaum behavioris yakin bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah masalah pembiasaan dan pembentukan kebiasaan. Dengan pola pikir bahwa dalam proses pembelajaran yang penting adalah stimulus dan respons dan adanya penguatan. Oleh sebab itu, dalam dunia pembelajaran bahasa teori itu melahirkan pendekatan audiolingual yang banyak memberikan pengulangan. Mereka yakin jika belajar bahasa itu dilakukan dengan pengulangan, maka kompetensi berbahasa itu akan dapat diperoleh.

4. Teori Generatif (Kognitivisme dan Nativisme)

Kaum Nativis pada hakikatnya menafikan hadirnya hal-hal yang berbau mentalistik. Hal itulah yang kemudian banyak ditentang. Manusia bukanlah botol kosong yang dapat diisi semau-mau kita. Manusia adalah organisme yang mempunyai potensi-potensi. Kaum Nativis yakin bahwa anak sejak lahir sudah dikaruniai piranti pemerolehan bahasa (languange acquisition device) yang menurut McNeil berupa:

1. kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya;

2. kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam;

3. pengertian adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sitem yang lain yang tidak mungkin;

4. kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.

5. Teori Humanistik/Teori Sosial

Proses belajar tidak hanya terjadi karena seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya dan merseponnya tetapi terjadi pulan karena pelaku belajar berkomunikasi dnegan individu lainnya. Proses belajar terjadi karena komunikasi personal. Dalam diri pembelajar terjadi transaksi akibat komunikasi dua arah atau lebih yang masing-masing mkendapat kesempatan, baik selaku inisiator maupun merekasi komunikasi. Komunikasi itu dapat berlangsung secara akrab, intensif, dan mendalam.

Oleh karena itu, teori humanistik menjadi teori sosial, yang dikembangkan oleh Bandura. Dalam belajar berdasarkan teori sosial terdapat 4 fase yaitu:

1. perhatian,

2. retensi,

3. reproduksi, dan

4. motivasi.

Manusia akan belajar apa saja selama dia membutuhkan. Dia tidak peduli dengan kognitif yang aktual atau pengalamannya. Menurut Rogers, dalam konteks belajar yang diciptakan manusia akan belajar apa saja yang dia butuhkan. Konsep Roger tersebut saat ini memberikan perubahan besar bagi konsep pembelajaran yang bertumpu pada pembelajar. Pembelajaran itu sangat individual. Oleh karena itu, jika ingin berhasil dalam pembelajaran perhatikan kebutuhan individual dalam belajar.

6. Teori Gestalt

Psikologi Gestald memandang unsur-unsur yang terlibat dalam proses belajar tidak terpisahkan tetapi merupakan totalitas dalam membentuk medan belajar. Oleh karena itu, Teori Gestald disebut pula dengan teori medan. Gestald berarti bentuk yang yang terdiri atas unsur-unsurnya. Beberapa unsur yang distrukturisasi dapat menghasilkan efek sinergis yang merupakan gestald. Teori ini dikembangkan oleh Lewin .

Menurut Lewin perubahan tingkah laku merupakan indikator hasil belajar. Diperoleh karena lingkungan yang disediakan difungsikan untuk memfasilitasi potensi internal yang terdapat dalam diri pembelajar. Lingkungan tidak secara langsung mengubah tingkah laku. Perpustakaan sekolah tidak akan berfungsi jika guru tidak memfungsikannya.

3. Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa

1. Pembelajaran Bahasa Masyarakat (Community Language Learning)

Pendekatan ini berakar pada psikoterapi, yang memposisikan guru sebagai konselor dan siswa sebagai klien. Konselor bertugas menghilangkan perasaan negatif. Ia bersifat fasilitatif, ramah, penuh pengertian, dan mendukung penuh kliennya. Untuk mendukung pembelajaran dibutuhkan SARD, yakni security (rasa aman), attention-agression(atensi-agresi), retention-reflection (retensi-refleksi), dan descrimination (deskriminasi). Dalam pendekatan ini kelas diajukan dalam kelompok kecil, yakni sekitar 6-12 orang.

2. Respon Fisik Total (Total Physical Respon)

Pendekatan ini berakar pada pandangan bahwa asimilasi informasi dan keterampilan dapat ditingkatkan secara signifikan bila sistem sensori kinestetik dimanfaatkan secara optimal. Dalam pendekatan ini pembelajar harus membekali diri dengan keterampilan komprehensi dulu sebelum menguasai keterampilan produksi. Kelas dirancang dalam ukuran kelompok kecil, yakni 20-25 orang. Supaya sistem sensori kinestetik optimal, pembelajaran banyak dilakukan dalam bentuk perintah-perintah.

3. Pendekatan Alamiah (Natural Approach/NA)

Pendekatan ini berpandangan bahwa penguasan bahasa lebih banyak bertumpu pada konteks yang alamiah dan bukan pada konteks yang formal ilmiah. Pendekatan ini juga berpandangan bahwa dalam pembelajaran bahasa yang utama ialah mencapai kompetensi komunikatif. Kesalahan tidak harus dihujat karena kesalahan merupakan proses dalam pembelajaran untuk menuju pada penguasaan bahasa yang baik. Model teoretis pendekatan alamiah bersandar pada lima hipotesis Krashen, yakni hipotesis pembelajaran-pemerolehan, hipotesis urutan alamiah, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis filter afektif.

4. Pendekatan Diam (Silent Way, SW)

Pendekatan diam berpandangan bahwa dalam pembelajaran bahasa selayaknya kita mengandlalkan kekuatan-dalam yang ada pada diri siswa. pembelajaran bahsa tidak harus dengan pengulangan ataupun imitasi. Penganut pendekatan ini juga yakin bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak, bahkan sangat ekstrem, guru harus diam, anak yang harus berbicara dan bekerja keras. Dalam pendekatan diam diam ini guru dapat menggunakan media (1) seperangkat kayu dengan ukuran dan warna yang berbeda-beda; (2) beberan Fidel; (3) beberan dinding; (4) pita dan alat rekaman, film, transparansi, gambar; dan (5) teks dan buku cerita; dan (6) antologi.

5. Sugestopedia

Pendekatan ini berlandaskan pada sugestologi, yakni konsep yang berpendapat bahwa manusia dapat diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan diberikan sugesti kepadanya. Pikiran dibuat setenang-tenangnya, santai, dan terbuka sehingga merangsang saraf penerimaan otak pembelajar. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembelajaran dianjurkan pembelajar menggunakan musik pengiring yang selaras, yang tenang, seperti musik klasik Barat atau musik klasik Jawa. Juga dianjurkan untuk mencapai ketenangan itu dengan melakuakan yoga.

4. Strategi Belajar Bahasa Indonesia

Jika kita merasa pusing saat mempelajari sesuatu tetapi tidak dapat menangkap maknanya, berarti kita belum menemukan strategi yang cocok untuk mempelajari hal itu. Betapa riangnya, seorang anak ketika berusaha menemukan sesuatu dalam suatu konsep yang dia pelajari, ternyata didapatkannya dengan cepat dan tepat. Ketepatan dan ketidaktepatan dalam belajar ditentukan oleh strategi belajar yang diterapkan.

Strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses berpikir siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses mememori dan metakognitif. Strategi adalah operator-operator koginitif yang langsung terlibat dalam menyelesaikan tugas belajar. Dalam penyelesaian belajar itu terdapat karakteristik belajar masing-masing individu. Dari karakteristik itu dapat digambarkan jenis utama strategi belajar.

Jenis utama strategi belajar terdiri dari:

1. Strategi Mengulang

1. Mengulang sederhana

Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu hanya untuk menghafal saja(contoh menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan). Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.

2. Mengulang kompleks

Penyerapan bahan yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang yang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari mengulang kompleks.

2. Strategi Elaborasi(PQ4R)

Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga menjadi informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodeaan lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi ini membantu pemindahan informasi baru dari meori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.

Beberapa bentuk strategi Elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R. Pembuatan Catatan adalah strategi yang menggabungkan informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang di dapat memlalui poroses mencatat. Dengan mencatat siswa dapat menuangkan ide baru dari pencampuran dua informasi itu. Kemudian, Analogi merupakan cara belajar dengan perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kita mirip dingan komputer yang menerima dan menyimpan informasi. PQ4R (Preview = membaca selintas dengan cepat, Question=bertanya, Read = membaca, Reflect = merefleksi, dan review = mengulang secara menyeluruh) merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. PQ4R merupakan strategi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal isi bacaan.

3. Strategi Organisasi

Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru dengan struktur peongorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil. Strategi ini berperan sebagai pengidentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar.

Bentuk strategi organisasi:

1. Outlining(membuat garis besar), Siswa menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama.

2. Mapping (Pemetaan Konsep), Dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining.

3. Mnemonic (membentuk kategori khusus), Secara teknik dapat diklasifikasikan sebagai strategi elaborasi dan organisasi. Menemonic membantu mengorganisasikan informasi menjadi memori kerja dengan membentuk asosiasi yang secara alamiah tidak bisa terjadi. Strategi Mnemonic terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata berkait.

4. Strategi Metakognitif (“Learning How To Learn”)

Metakognitif berhubungan dengan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka dan kemampuan menggunakan strategi belajar dengan tepat. Metakognitif mempunyai dua komponen, yaitu pengetahuan tentang kognisi dan mekanisme pengendalian atau monitoring kognisi. Metakognitif mementingkan ”belajar bagaimana belajar”( Learning how to learn).

5. Metode Pembelajaran

1. Metode Tatabahasa/Terjemahan

1. Penghafalan kaidah dan fakta tata bahasa

2. Penekanan pada membaca, mengarang, terjemahan (Berbicara dan menyimak diabaikan)

3. Seleksi kosa kata berdasarkan teks bacaan yang dipakai

4. Unit yang mendasar adalah kalimat, tatabahasa diajarkan secra deduktif

5. Bahasa daerah digunakan sebagai pengantar terjemahan, keterangan, perbandingan, dan penghafalan kaidah bahasa.

2. Metode membaca

1. Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar (dengan definsi dan contoh ke dalam kalimat)

2. Penyajian bacaan di kelas (dibaca diam 10-15 menit atau untuk mempercepat diberikan sehari sebelumnya)

3. Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab

4. Tatabahasa dibicarakan singkat, jika dipandang perlu pembicaraan kosa kata yang relevan

5. Pemberian tugas seperti mengarang Irelevan dengan isi bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dsb.

3. Metode Audiolingual

1. Penyajian dialog/teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang,

2. Siswa menyimak tanpa melihat teks yang diucapkan.

3. Peniruan dan pelafalan teks itu setiap kalimat secara serentak dan siswa melafalkannya.

4. Siswa menyimak tanpa melihat teks yang diucapkan.

5. Penyajian kalimat dilatihkan dengan pengulangan.

6. Dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas.

7. Pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.

4. Metode Reseptif dan Produktif

Metode Reseptif dalam membaca dan menyimak:

1. Mengarah ke proses penerimaan isi bacaan yang tersurat, tersirat, atau tersorot

2. Cocok diterapkan pada siswa yang telah banyak menguasai kosakata, frase, dan kalimat

3. Sangat dipentingkan bagaimana isi bacaan dapat diserap dengan bagus.

4. Pembaca dilarang bersuara, berkomat-kamit, dan bergerak-gerak

5. Membutuhkan konsentrasi tinggi dalam menerima makna bacaan dan ujaran

Metode Produktif diarahkan pada berbicara dan menulis.

Siswa harus banyak berbicara atau menuangkan gagasannya.

5. Metode Langsung (Alamiah/Lisan)

1. Pembelajaran dimulai dengan dialog atau humor yang pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa santai dan nonformal.

2. Materi mulai-mula disajikan secara lisan dengan gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar.

3. Tanya jawab berdasarkan bahasa yang dipelajari dengan memberikan contoh yang merangsang siswa.

4. Tata bahasa diajarkan secara induktif.

5. Kata-kata digunakan dalam percakapan-percakapan.

6. Siswa yang sudah maju diberi bacaan sastra untuk pemahaman dan kenikmatan, tetapi bahasa dalam bacaan tidak dianalisis secara struktural/sistematis.

7. Budaya yang relevan diajarkan secara induktif.

6. Metode Komunikatif

Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan kongkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk (mis. surat, laporan, peta) dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistik.

Sebagai contoh, pembelajaran yang bertujuan menyampaikan pesan kepada orang lain. Tujuan itu dipecah menjadi a) memahami pesan, b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh labih banyak informasi, d) membuat catatan, e) menyusun catatan secara logis, dan f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu, pada materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif. yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

7. Metode Integratif

Integratif berarti menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi. Misalnya menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Sedangkan antarbidang studi artinya merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi, misalnya antara bahasa Indonesia dengan Matematika atau bidang studi lainnya.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, intergratif interbidang studi lebih banyak digunakan. saat pembelajaran kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan kepada siswa tetapi diawali dengan membaca atau kegiatan lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengitegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi.

Integratif sangat diharapkan oleh Kurikulum Bahasa Indonesia. Pengintegrasiaannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.

8. Metode Tematik

Dalam metode tematik semua komponen materi pembelajaran dintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstuaal, kontemporer, konkret, dan konseptual.

Peran guru amat menentukan dalam mendesain kesuksesan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Oleh karena itu, guru Bahasa Indonesia diharapkan:

1. guru perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana berpikir. Keterampilan berbahasa siswa menjadi tolak ukur kemampuan berpikir mereka.

2. kreativitas siswa perlu diperhatikan oleh guru terutama dalam kreativitas berbahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia harus menyenangkan siswa. Oleh karena itu, minat, keingintahuan, dan gairah siswa perlu mendapatkan perhatian.

4. Ada banyak metode dalam teknik yang cocok yang dapat digunakan. Guru jangan sampai monoton, klise, jenuh, dan kehabisan teknik pembelajaran.

9. Metode Kuantum

Quantum Learing (QL) yang bertumpu pada metode dari Freire dan Lozanov ini mengutamakan percepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dala melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar dengan mengacu pada otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL, proses belajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya dapat berarti (kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi) dan sampai sejauhmana guru mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.

10. Metode Konstruktivistik

Asumsi sentral metode konstruktivistik adalah bahwa belajar itu menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi itu agar masuk kedalam pemahaman mereka. Konstruktivistik dimulai dari masalah yang sering muncul dari sendiri dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.

Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya.

11. Metode Partisipatori

Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpatisipasi aktif, siswa dapat menukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator.

Asumsi metode ini adalah:

1. Setiap siswa adalah unik dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. keunikan harus diberi tempat agar berkembang.

2. Anak bukan miniatur orang dewasa. Jalan pikir anak tidak sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan cara berpikir anak-anak.

3. Dunia anak adalah dunia bermain.

4. Usia anak adalah usia yang paling kreatif dalam hidup manusia.

Dalam metode ini siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama.

Metode ini memiliki tiga ciri pokok, yaitu:

1. belajar dari realitas atau pengalaman;

2. tidak menggurui, dan

3. dialogis.

12. Metode Konstetkstual

Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Metode ini muncul sebagai reaksi terhadap teori behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun.

Metode ini mengakui bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks dan banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill oriented dan metode Stimulus-Response.

Dalam strategi ini ada tujuh elemen penting, yaitu:

1. Inkuiri

2. Pertanyaan

3. Konstruktivistik

4. Pemodelan

5. Masyarakat belajar,

6. Penilaiaan autentik, dan

7. Refleksi.

6. Proses dan Hasil Belajar

Proses dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia mencerminkan 3 ranah, yaitu:

1. Ranah Kognitif

2. Ranah Afektif

3. Ranah Psikomotor

7. Beberapa Isi penting dalam Pembelajaran Bahasa

1. Kompetensi dan Performansi

2. Komprehensi dan Produksi

3. Dasar versus Ajar (Nature versus Nurture)

4. Kesemestaan

5. Sistemasitas dan Variabilitas

6. Bahasa dan Pikiran

7. Imitasi (Peniruan)

8. Wacana

8. Pembelajaran Bahasa Indonesia menurut KBK/KTSP

1. Siswa lebih banyak berlatih berbahasa nyata (meaning focus)

2. Tata bahasa hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa

3. Keterampilan berbahasa nyata menjadi tujuan utama

4. Membaca sebagai alat untuk belajar (Reading for Learning), bukan sekedar Learning to Read

5. Menulis sebagai alat berekspresi dan menyampaikan gagasan

6. Kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa Indonesia.

7. Penekanan pembelajaran sastra pada membaca karya sastra sebanyak-banyaknya (puisi/cerpen yang bisa diperoleh siswa dengan mudah: di majalah, karangan siswa sendiri, dsb).

8. Pembelajaran kosa kata untuk menambah kosa kata anak.