MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN SAVI
Oleh: Akhmad Huda, M.Pd.
(Guru
DPK Kemenag Kab. Pasuruan pada MTs NU Sunan Giri Prigen Kab. Pasuruan)
Abstrak:
Belajar merupakan proses yang aktif yaitu proses mereaksi terhadap semua
situasi di sekitar siswa. Mengajar merupakan suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi
lingkungan sehingga mendorong siswa untuk belajar. Dua istilah
“belajar-mengajar” menurut Dewey tidak dapat dipisahkan. Dewey dalam Sanjaya
(2007:102) mengistilahkannya sebagai “Teaching is to Learning as Selling is
to Buying. Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke
kepala seorang siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
pelajar itu sendiri (Silberman, 2002:XXI). Pengembangan potensi-potensi siswa
dalam proses belajar, harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu
(Aunurrohman, 4:2009). Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang dapat
menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli pada pengembangan satu aspek kepribadian
tertentu, bersifat partikular dan parsial.
Kata Kunci: Motivasi, Hasil Belajar,
Pendekatan SAVI
Belajar
merupakan proses yang aktif yaitu proses mereaksi terhadap semua situasi di
sekitar siswa. Mengajar merupakan suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi lingkungan sehingga mendorong
siswa untuk belajar. Dua istilah “belajar-mengajar” menurut Dewey tidak dapat
dipisahkan. Dewey dalam Sanjaya (2007:102) mengistilahkannya sebagai “Teaching
is to Learning as Selling is to Buying”. Belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke kepala seorang siswa.
Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri
(Silberman, 2002:XXI). Pengembangan potensi-potensi siswa dalam proses belajar,
harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu (Aunurrohman, 4:2009).
Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang dapat menjadikan pendidikan
cenderung lebih peduli pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu,
bersifat partikular dan parsial. Persoalan yang sering muncul dalam
pembelajaran adalah bagaimana cara seorang guru mengembangkan, menciptakan
serta mengatur situasi yang memungkinkan siswa melakukan proses belajar.
Aunurrahman
(2009:9) berpendapat bahwa penempatan guru sebagai satu-satunya sumber
informasi, menempatkan siswa tidak sebagai individu yang dinamis akan tetapi
lebih sebagai obyek yang pasif, sehingga potensi keindividualannya tidak dapat
berkembang secara optimal. Padahal, tujuan pembelajaran adalah untuk
mencerdaskan dan memberdayakan siswa. Menurut Tilaar (2000:21) siswa yang
berdaya adalah siswa yang dapat berpikir kreatif, mandiri, dapat membangun
dirinya dan masyarakatnya kelak.
Menurut Dimyati dan Mujiono (2002:17) “Dominan guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa terlibat secara pasif“. Mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam pembelajaran yang lebih mengarahkan pada kegiatan siswa supaya siswa tidak lagi dipandang sebagai obyek pegajaran melainkan dipandang sebagai subyek yang aktif.
Menurut Dimyati dan Mujiono (2002:17) “Dominan guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa terlibat secara pasif“. Mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam pembelajaran yang lebih mengarahkan pada kegiatan siswa supaya siswa tidak lagi dipandang sebagai obyek pegajaran melainkan dipandang sebagai subyek yang aktif.
Joyce dkk
(2009:7), mendefinisikan bahwa guru yang sukses merupakan guru yang dapat
melibatkan para siswanya dalam tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial
serta mengajarkan mereka bagaimana cara mengerjakan tugas-tugas tersebut secara
produktif. Sederhananya, guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang
kharismatik dan persuasif, akan tetapi senantiasa mengajari siswanya bagaimana
menyerap dan menguasai informasi yang berasal dari penjelasannya, sedangkan
pelajar efektif mampu menggambarkan informasi dan gagasan dari guru mereka.
Uraian di atas
menggambarkan bahwa di antara kedua pendekatan pembelajaran tersebut,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa inilah (student-centered
approaches) yang lebih memberdayakan siswa dan memberikan peluang kepada
siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Suyatno (2008) mengemukakan bahwa
menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua
indra dapat melibatkan siswa sepenuhnya dalam pembelajaran sehingga berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa.
Joyce dkk, (2009:4) mengemukakan bahwa cara penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri. Kesesuian perlakuan yang didapat dalam sebuah pembelajaran dengan gaya belajar siswa akan lebih meningkatkan minat dan hasil belajar dalam pembelajaran tersebut.
Joyce dkk, (2009:4) mengemukakan bahwa cara penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri. Kesesuian perlakuan yang didapat dalam sebuah pembelajaran dengan gaya belajar siswa akan lebih meningkatkan minat dan hasil belajar dalam pembelajaran tersebut.
Oleh karena
itu perlu upaya untuk menyeimbangkan peran antara guru dan siswa dengan cara
menerapkan pendekatan pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa dan
memberikan peluang kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Killen (1998)
dalam Sanjaya (2007:125) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches)
dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches). Juliantara (2009) menjelaskan bahwa jika ditinjau dari segi
penyampaian materi, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru dalam
pelaksanaanya lebih sering menggunakan pemberian informasi (telling),
sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa di samping
menggunakan pemberian informasi (telling) juga menggunakan peragaan (demonstrating)
dan memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung (doing
direct performance).
Pendekatan
pembelajaran inilah yang nantinya mengantarkan guru untuk memilih strategi,
metode dan teknik yang akan diterapkan dalam pembelajaran dengan tanpa mengenyampingkan
kesesuaian karakteristik materi dan gaya belajar siswa. Gaya belajar merupakan
suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, mengatur serta mengolah informasi
yang ia dapatkan (Deporter dan Hernacki, 2009:112). Masing-masing siswa
memiliki tipe gaya belajar yang berbeda-beda, di antaranya tipe pebelajar
visual, auditori dan somatis atau yang biasa dikenal dengan kinestetik. Gaya
belajar visual atau sering dikenal dengan pengamatan ini merupakan gaya belajar
melalui melihat sesuatu, baik melihat tulisan gambar atau diagram, petunjuk
serta film dan video. Tipe gaya belajar ini lebih mengedepankan pada
penglihatan secara langsung. Gaya belajar auditori adalah belajar dengan lebih
mengedepankan indra pendengaran. Pada gaya ini, belajar bisa dilakukan dengan
mendengarkan kaset, ceramah, diskusi, debat dan instruksi verbal. Gaya belajar
somatis atau kinestetik merupakan gaya belajar yang lebih mengedepankan pada
keterlibatan siswa secara langsung dengan melibatkan aktivitas fisik dan
gerakan tubuh seperti suka menari, bergerak, menyentuh, merasakan, dan
melakukan sendiri.
Oleh karena
itu, perlu adanya perubahan dalam pembelajaran yang lebih mengarahkan pada
kegiatan siswa supaya siswa tidak lagi dipandang sebagai obyek pegajaran
melainkan dipandang sebagai subyek yang aktif. Joyce dkk (2009:7),
mendefinisikan bahwa guru yang sukses merupakan guru yang dapat melibatkan para
siswanya dalam tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial serta
mengajarkan mereka bagaimana cara mengerjakan tugas-tugas tersebut secara
produktif. Sederhananya, guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang
kharismatik dan persuasif, akan tetapi senantiasa mengajari siswanya bagaimana
menyerap dan menguasai informasi yang berasal dari penjelasannya, sedangkan
pelajar efektif mampu menggambarkan informasi dan gagasan dari guru mereka.
Uraian di atas menggambarkan bahwa di antara kedua pendekatan pembelajaran
tersebut, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa inilah (student-centered
approaches) yang lebih memberdayakan siswa dan memberikan peluang kepada
siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Suyatno (2008) mengemukakan bahwa
menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua
indra dapat melibatkan siswa sepenuhnya dalam pembelajaran sehingga berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa. Joyce dkk, (2009:4) mengemukakan bahwa
cara penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan
siswa dalam mendidik diri mereka sendiri. Kesesuain perlakuan yang didapat
dalam sebuah pembelajaran dengan gaya belajar siswa akan lebih meningkatkan
minat dan hasil belajar dalam pembelajaran tersebut. Pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa dan juga dapat mengakomodir semua tipe gaya belajar
adalah pendekatan SAVI.
Pendekatan SAVI
Pembelajaran
tidak otomatis meningkat dengan menyuruh anak berdiri dan bergerak. Akan tetapi
menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua
indra dapat berpengaruh besar terhadap pembelajaran. Penelitian dr. Vernon
magnesen, dari Universitas Texas tentang ingatan, memberikan gambaran yang
dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Bobbi De Porter, dkk,
2005, dalam bukunya Quantum Learning, mengemukakan tiga (3) modalitas belajar
yang dimiliki seseorang. Ketiga modalitas tersebut adalah modalitas visual,
modalitas auditoral, dan modalitas kinistetik (somatis). Pelajar visual belajar
melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial melakukan melalui apa yang
mereka dengar, dan pelajaran kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan.
Beberapa ciri-ciri yang mencerminkan gaya belajar
tersebut adalah:
a.
Belajar visual senang menggambar diagram, gambar, dan
grafik, serta menonton film. Mereka juga suka membaca kata tertulis, buku,
poster berslogan, bahan belajar berupa teks tertulis yang jelas.
b.
Pembelajaran auditori dengan mendengar informasi baru
melalui penjelasan lisan, komentar dan kaset. Mereka senang membaca teks kunci
dan merekamnya di kaset
c.
Pembelajaran fisik (somatis) senang pembelajaran
praktik supaya bisa langsung mencoba sendiri. Mereka suka berbuat saat belajar,
misalnya: menggaris bawahi,mencorat-coret, menggambarkan, (Colin Rose, 2003)
Dave Meier, 2005 , menambahkan satu lagi gaya belajar
intelektual. Gaya belajar intelektual bercirikan sebagai pemikir. Pembelajar
menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan
hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. “ Intelektual”
adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun
makna. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi
pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan.
Teori yang
mendasari Meier dalam mencetuskan pendekatan SAVI adalah teori belajar aktif
yang diistilahkan Meier (2002:90) dengan ”Belajar Berdasarkan Aktivitas” (BBA).
Teori ini dilatarbelakangi oleh pendidikan di New England pada abad ke-19 yang
cenderung memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran (Meier, 2002:56).
Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan belajar sehingga
pembelajaran berlangsung kaku dan tidak menyenangkan. Selain itu, pendidikan di
New England pada saat itu menekankan pada pembelajaran individual. Hal ini
ditentang oleh Meier dan mendorongnya untuk melakukan penelitian.
Menurut
Meier, belajar bukanlah peristiwa kognitif yang terpisah melainkan sesuatu yang
melibatkan diri seseorang secara utuh (tubuh, pikiran dan jiwa) serta
kecerdasan yang utuh (Meier, 2002:42). Pendapat tersebut mengantarkan Meier
pada sebuah kesimpulan penelitiannya yang menyatakan bahwa manusia memiliki
dimensi somatis, auditori, visual dan intelektual. Berdasarkan pandangan
tersebut Meier mengajukan pendekatan pembelajaran aktif yang diberi nama
Pendekatan SAVI. Pendekatan SAVI ini menekan pembelajaran dengan memanfaatkan
semua alat indra siswa (Rosadi, 2009).
Istilah SAVI merupakan kependekan dari: Somatis (S) yaitu gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) yang menuntut belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori (A), menekankan proses belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi dan menanggapi. Visual (V), bermakna belajar dengan menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Intelektual (I), bermakna bahwa belajar dengan menekankan pada kemampuan berpikir (minds-on). Belajar harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan nalar, mengidentifikasi, menyelidiki, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan (Suhermawan, 2008). Selain itu Meier (2002:54) juga mengemukakan prinsip-prinsip pokok belajar yang meliputi:
Istilah SAVI merupakan kependekan dari: Somatis (S) yaitu gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) yang menuntut belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori (A), menekankan proses belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi dan menanggapi. Visual (V), bermakna belajar dengan menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Intelektual (I), bermakna bahwa belajar dengan menekankan pada kemampuan berpikir (minds-on). Belajar harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan nalar, mengidentifikasi, menyelidiki, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan (Suhermawan, 2008). Selain itu Meier (2002:54) juga mengemukakan prinsip-prinsip pokok belajar yang meliputi:
- Belajar melibatkan
seluruh tubuh dan pikiran.
- Belajar adalah
berkreasi, bukan mengkonsumsi.
- Kerjasama membantu
proses belajar.
- Pembelajaran berlangsung
pada banyak tingkatan secara simultan.
- Belajar berasal dari
mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
- Emosi positif sangat
membantu pembelajaran.
- Otak-citra menyerap
informasi secara langsung dan otomatis.
Berdasarkan
prinsip-prinsip belajar di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan
kegiatan yang menekankan pada penyatuan aktivitas fisik dan pikiran, penggunaan
indera, kreativitas, dan kemandirian. Selain itu, prinsip pokok belajar
tersebut juga menekankan adanya kerja sama dalam belajar sehingga pembelajaran
kooperatif yang ditekankan dan bukan pembelajaran individual.
Teori belajar aktif Meier menekankan pada keterlibatan siswa sepenuhnya dalam pembelajaran. Teori ini juga memandang bahwa gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental. Teori tersebut berdasarkan atas letak otak manusia yang mengatur gerakan tubuh (korteks motor) terletak di sebelah otak yang berfungsi untuk berpikir.
Teori belajar aktif Meier menekankan pada keterlibatan siswa sepenuhnya dalam pembelajaran. Teori ini juga memandang bahwa gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental. Teori tersebut berdasarkan atas letak otak manusia yang mengatur gerakan tubuh (korteks motor) terletak di sebelah otak yang berfungsi untuk berpikir.
Kesimpulan
Pembelajaran
dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus
memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Belajar bisa
optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran.
Pembelajar dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (Intelektual)
jika mereka secara simultan menggerakan sesuatu (Somatis) untuk menghasilkan
piktogram atau pajangan tiga dimensi (Visual) sambil membicarakan apa yang
sedang mereka kerjakan (Auditori).
Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam
suatu peristiwa pembelajaran. Pembelajar dapat meningkatkan kemampuan mereka
memecahkan masalah (Intelektual) jika mereka secara simultan menggerakan
sesuatu (Somatis) untuk menghasilkan piktogram atau pajangan tiga dimensi
(Visual) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (Auditori).
Menggabungkan keempat modalitas belajar dalam satu peristiwa pembelajaran
adalah inti dari Pembelajaran Multi Indriawi.