05 March 2009

KAJIAN PUSTAKA

BAB II

KAJIAN PUSTAKA


Bagian ini akan menguraikan beberapa hal yang berhubungan dengan (1) hakikat membaca, (2) proses membaca, (3) periode membaca, (4) membaca intensif, (5) strategi SQ3R, (6) strategi SQ3R untuk pembelajaran keterampilan membaca., dan (7) evaluasi pembelajaran membaca kritis dengan strategi SQ3R.

2.1 Hakikat Membaca

Sebelum menetapkan hakikat membaca yang digunakan sebagai dasar penelitian, peneliti memaparkan beberapa hakikat membaca yang sangat mempengaruhi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran membaca. Menurut Kolker (1983:3) membaca merupakan suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis dengan menggunakan bahasa tulis. Hakikat membaca ini menurutnya ada tiga hal, yakni: afektif, kognitif, dan bahasa. Perilaku afektif mengacu pada perasaan, perilaku kognitif mengacu pada pikiran, dan perilaku bahasa mengacu pada bahasa anak.

Selain itu, Doglas (dalam Cox, 1993:6) memberikan definisi membaca sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada dalam lingkungan tempat pembaca mengembangkan suatu kesadaran. Rosenblatt (dalam Tompkins, 1991:267) berpendapat bahwa membaca merupakan [roses transaksional. Proses membaca berdasarkan pendapat ini meliputi langkah-langkah selama pembaca mengkonstruk melalui interaksinya dengan tekas bacaan. Makna tersebut dihasilkan melalui proses transaksional. Dengan demikian, makna teks bacaan itu tidak semata-mata terdapat dalam teks bacaan atau pembaca saja.

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:49). Pendapat tersebut menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang. Seseorang akan ‘gagap teknologi’ dan ‘gagap informasi’ apabila jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi actual lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik (misalnya TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca. Kedua macam media informasi tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Media elektronik dapat diakses dengan cara yang lebih santai karena tinggal menonton suatu tayangan di TV. Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang diakses dengan cara membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni ketersediaan waktu yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan memahami teks bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebisaaan membaca, dsb. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik (misalnya TV), kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut dapat dibaca ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu diperlukan.

Banyak definisi membaca yang dikemukakan oleh para ahli, baik membaca sebagai aktifitas umum maupun sebagai aspek yang digunakan dalam pembelajaran bahasa. Menurut Smith, 1978 dalam Endang Fauziati, (2002: 139) menerangkan bahwa membaca merupakan suatu proses yang bersifat transformative karena adanya pemindahan informasi dari penulis kepada pembaca. Ia menjelaskan bahwa membaca secara pragmatic adalah sebagai suatu pengertian pengiriman pesan oleh penulis melalui informasi visual dan non-visual. Membaca merupakan kegiatan pemahaman terhadap pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada si penerima.

Gusti Ngurah Oka, (1983: 12) mengemukakan definisi dari para pakar berbagai disiplin ilmu. Ia mengemukakan dari tiga sudut pandang para penganut disiplin ilmu yang berbeda. Mereka memandang membaca sesuatu dengan dimensi keilmuannya masing-masing, sehingga menghasilkan pengertian yang bervariasi. Mereka ada yang memandang, bahwa membaca sebagai suatu keterampilan, membaca sebagai suati persepsi, dan membaca sebagai suatu proses merekontruksi. Penganut teori keterampilan memandang membaca sebagai suatu proses atau kegiatan menerapkan seperangkat keterampilan dalam mengolah tuturan tertulis yang dibacanya untuk menangkap maknanya. Perangkat keterampilan ini antara lain dimaksudkan keterampilan mengenal atau merekognisi kata, keterampilan menangkap makna kalimat, keterampilan menangkap isi pokok bacaan, isi bagian, dan isi penjelas. Penganut persepsi memandang membaca adalah kegiatan mempersepsi, yaitu memberikan respon bermakna kepada symbol-simbol grafis yang telah dikenal. Penganut teori psikolinguistik memandang membaca adalah proses merekontruksi pesan yang telah dituangkan pengarang ke dalam tuturan tertulis.

Berdasarkan beberapa konsep membaca seperti yang telah dipaparkan di atas dapatlah dikemukakan bahwa membaca bukan sekedar mengenl simbol-simbol yang tercetak tetapi membaca merupakan proses pengolahan bacaan secara kritis kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses kegiatan secara aktif dan kreatif untuk mengenal, mengolah dan memahami simbol-simbol bunyi (grafis) yang terdapat di dalam bahan bacaan.


2.2 Proses Membaca

Menurut beberapa ahli ada beberapa model pemahaman proses membaca, diantaranya model bottom-up, top-down, dan model interaktif. Model bottom-up menganggap bahwa pemahaman proses membaca sebagai proses decoding yaitu menerjemahkan simbol-simbol tulis menjadi simbol-simbol bunyi. Pendapat itu menurut Harjasujana (1986:34) sama dengan pendapat Flesch (1995) yang mengatakan bahwa membaca berarti mencari makna yang ada dalam kombinasi huruf-huruf tertentu. Begitu juga menurut pendapat Fries (dalam Harjasujana. 1986:34) bahwa membaca sebagai kegiatan yang mengembangkan kebiasaan-kebiasaan merespon pada seperangkat pola yang terdiri atas lambang-lambang grafis. Pendapat-pendapat di atas ternyata ditentang oleh Goodman (dalam Cox, 1998:270) yang menyatakan bahwa membaca sebagai proses interaksi yang menyangkut sebuah transaksi antara teks dan pembaca. Pembaca yang sudah lancer pada umumnya meramalkan apa yang dibaca dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdaarkan apa yang terdapat dalam bacaan, membaca seperti disebut model top-down.

Kedua pendapat yang menyatakan model bottom-up dan model top-down akhirnya dipersatukan oleh Rumelhart dengan nama model interaktif. Rumelhart (dalam Harris dan Sipay, 1980:8) menyatukan dua pendapat itu dengan alas an bahwa proses belajar membaca permulaan bergantung pada informasi grafis dan pengetahuan yang berada dalam skemata. Hal itu senada dengan pendapat Wilson dan Peters (dalam Creary, 1992:284) bahwa membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada dan informasi itu telah dinyatakan oleh bahasa tulis dan konteks situasi pembaca.

Burns, dkk (1996:6) menyatakan bahwa aktivitas membaca terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk membaca. Dalam proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan berinteraksi secara harmonis akan menghasilkan komunikasi yang baik antara pembaca dan penulis. Komunikasi antara pembaca dan penulis itu berasal dari pengkontruksian makna yang dituangkan dalam teks dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Lebih lanjut Burns, dkk (1996:8) mengemukakan sembilan proses membaca tersebut yaitu: 1) mengamati simbol-simbol tulisan, 2) menginterpretasikan apa yang diamati, 3) mengikuti urutan yang bersfat linier baris kata-kata yang tertulis, 4) menghubungkan kata-kata (dan maknanya) dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dipunyai, 5) membuat inferensi dan evaluasi materi yang dibaca, 6) mengingat apa yang dipelajari sebelumnya dan memasukkan gagasan-gagasan dan fakta-fakta baru, 7) membangun asosiasi, 8) menyikapi secara personal kegiatan/tugas membaca sesuai dengan interesnya, dan 9) mengumpulkan serta menata semua tanggapan indera untuk memahami materi yang dibaca.

Berdasarkan uraian di atas, proses membaca yang sesuai dengan strategi SQ3R adalah model interaktif sebagaimana yang dikatakan Harjasujana (1986:323) bahwa model Rumelhart itu dipandang sebagai model yang sudah membaur dengan berbagai strategi pengajaran yang telah menunjukkan keberhasilannya, misalnya SQ3R memberikan dorongan kepada siswa untuk mensurvei dan bertanya, membuat prakiraan dan membaca uji hipotesis.


2.3 Periode Membaca

Kegiatan pembelajaran membaca dengan berbagai strategi di kelas perlu dirancang dengan cermat agar siswa setelah membaca memperoleh hasil yang memuaskan dan memahami secara keseluruhan isi bacaan baik tersurat maupun tersirat. Menurut Burns, dkk (1996:224) siswa akan terdorong memahami keseluruhan materi jika para guru membiasakan kegiatan membaca dengan aktivitas prabaca, saat baca, dan pascabaca. Tahap-tahao membaca itu tidak sama prosedurnya. Tahap prabaca berbeda dengan tahap saat baca dan pascabaca sebab tahap-tahap itu memerlukan teknik pembelajaran yang berbeda pula.

Aktivitas pada tahap prabaca sangat berguna bagi siswa untuk membangkitkan pengetahuan sebelumnya. Aktivitas tersebut menurut Burns, dkk (1996:224) bias berupa membuat prediksi tentang isi bacaan, dan menyusun pertanyaan tujuan. Adapun Moore (1991:22) menyarankan kepada siswa agar prabaca, siswa menganalisis judul bab, subjudul, gambar, pendahuluan yang dilanjutkan dengan menyusun pertanyaan. Leo (1994:5) mempertegas pendapat Moore bahwa sebelum kegiatan membaca, siswa mensurvei judul bab supaya bias mengembangkan membaca secara efektif, dan bias mengatur waktunya secara fleksibel.

Aktivitas pada tahap saat baca merupakan kegiatan setelah prabaca. Kegiatan ini dilakukan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dari kegiatan membaca teks bacaan. Dalam membaca tersebut. Siswa akan beusaha secara maksimal memahami teks bacaan dengan berbagai strategi. Burns, dkk (1996:229-236) mengemukakan beberapa strategi dan aktivitas yang dapat digunakan pada saat baca untuk meningkatkan pemahaman tersebut. Strategi dan aktivitas yang dimaksud meliputi strategi matakognitif, prosedur close, dan pertanyaan penuntun. Sedangkan Leo (1994:8) lebih menekankan pada kegiatan membaca dengan cara menandai bagian-bagian yang dianggap penting dan/atau membuat ikhtisar bacaan tersebut.

Aktivitas pada tahap pascabaca, menurut Burns, dkk. (1996:237) digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Strategi yang bias digunakan dalam pascabaca dapat berupa pembelajaran pengayaan, pertanyaan, representasi visual, teater pembaca, penceritaan kembali dan aplikasi.

Dari beberapa pendapat tentang periode membaca itu, strategi SQ3R dapat dirancang sebagai berikut: 1) tahap prabaca, dengan aktivitas mensurvei dan mermuskan pertanyaan, 2) tahap saat baca, dengan aktivitas membaca untuk menemukan jawaban pertanyaan, menjawab pertanyaan, menceritakan kembali isi bacaan, menyimpulkan isi bacaan, 3) tahap pascabaca, dengan aktivitas menilai atau mengomentari isi bacaan.


2.4 Membaca Intensif

Membaca intensif adalah membaca secara seksama, teliti, dan terperinci. Dalam membaca ini, pembaca hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada, disamping itu membaca intensif merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis.

Secara garis besar membaca intensif terbagi dua, yakni (1) membaca telaah (content study reading) yang terdiri dari (a) membaca teliti (close reading), (b) membaca pemahaman (reading for understanding), (c) membaca kritis (critical reading), dan (d) membaca ide (reading for ideas) dan (2) membaca telaah bahasa (linguistic study reading) yang terdiri dari (a) membaca bahasa asing (foreign language reading) dan (b) membaca sastra (literary reading).

a. Membaca teliti

Membaca teliti merupakan kegiatan membaca secara seksama yang bertujuan untuk memahami secara detail gagasan-gagasan yang terdapat dalam teks atau untuk melihat organisasi penulisan atau pedekatan yang digunakan oleh penulis. Disamping itu pembaca juga dituntut untuk dapat memahami semua makna teks yang dibaca untuk membantu dalam proses membaca teliti ini dapat melalui cara menandai bagian-bagian buku yang dianggap penting

b. Membaca pemahaman

Membaca pemahaman merupakan sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standarts), resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (patterns of fiction). (Tarigan: 1986 dalam Harras: 1998/1999: 2.17)

c. Membaca Kritis

Menurut Albert sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (986: 89) membaca kritis adalah sejenis kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan.

d. Membaca Ide

Menurut H. G. Tarigan (1986: 116) membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan. Kemudian menurut Anderson (1972) sebagaimana dikutip oleh H. G. Tarigan (1986: 117) membaca ide merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut dari suatu bacaan:

a) mengapa hal itu merupakan judul atau topic yang baik.

b) masalah apa saja yang dikupas atau dibentangkan dalam bacaan tersebut.

c) hal-hal apa yang dipelajari dan dilakukan oleh sang tokoh.

e. Membaca Bahasa Asing

Membaca bahasa asing pada tataran yang lebih rendah umumnya bertujuan untuk memperbesar daya kata (increasing word power) dan untuk mengembangkan kosakata (developing vocabulary), sedangkan dalam tataran yang lebih tinggi tentu saja bertujuan mencapai kefasihan (fluency)

f. Membaca Sastra

Membaca sastra merupakan kegiatan membaca karya-karya sastra, baik dalam hubungannya dengan kepentingan apresiasi maupun dalam hubungannya dengan kepentingan studi atau kepentingan pengkajian.

2.5 Strategi SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)

Sebelum membahas strategi SQ3R, terlebih dahulu penulis membahas penggunaan istilah strategi, metode dan teknik dalam pembelajaran. Strategi menurut Raka Joni (dalam Saliwangi, 1988:1) merupakan pola umum perbuatan guru-siswa dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Strategi tersebut tidak hanya membatasi pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket instruksional. Menurut Saliwangi (1988:2) Strategi intruksional terdiri atas metode dan teknik yang akan menjamin siswa betul-betul mencapai tujuan. Sedangkan istilah strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Adapun kurikulum 2004 mengatakan bahwa antara strategi, metode, dan teknik tidak dapat dipisahkan karena ketiga-tiganya digunakan bersama-sama dalam kegatan belajar-mengajar di kelas oleh guru siswa karena antara metode, strategi, dan teknik wujudnya sama, hanya strategi cakupannya lebih luas daripada teknk.

SQ3R merupakan strategi yang dikembangkan oleh Robinson (1961). Menurut Eanes (1997:76) strategi ini menyajikan pembelajaran membaca kepada siswa melalui pendekatan sistematik membaca untuk studi dan menyajikan belajar lebih efisien melalui tugas membaca. Jika strategi ini dipakai secara konsisten akan mebantu siswa bagimana menyiapkan membaca, bagaimana membaca secara efektif serta bagaimana menghayati isi bacaan.

Strategi SQ3R menurut Leo (1994:5) bahwa SQ3R ternyata dapat memperbaiki pemahaman, ingatan siswa terhadap teks bacaan. Bahkan strategi ini lebih efektif dan lebih efisien dalam kegiatan membaca untuk studi. Hal ini senada dengan pendapat Ohouwitan (1997:6) bahwa strategi SQ3R yang sudah dituangkan dalam teknik-teknik SQ3R dinilai sangat efektif untuk tujuan pemerolehan informasi dalam rangka peningkatan hasil belajar dan untuk tujuan kerja.

Strategi SQ3R adalah strategi embaca dengan langkah-langkah: Survey, Question, Read, Recite, dan Review. Burns (1996:428), Eanes (1997:83) mengatakan bahwa kegiatan survey dapat dilakukan oleh siswa dengan cara mensurvei judul, kata pengantar, bab, subbab, ringkasan dengan bantuan informasi yang relevan. Dalam mensurvei tersebut, siswa dapat bertanya dengan cara merumuskan pertanyaan yang berdasarkan pada hasil mensurvei. Setelah kegiatan merumuskan pertanyaan, siswa melanjutkan kegiatan dengan cara membaca teks bacaan dengan tujuan menemukan jawaban pertanyaan. Siswa pada saat membaca dapat menandai bagian-bagian yang penting. Setelah kegiatan membaca, siswa mericte teks bacaan itu. Kegiatan merecite ini dapat dilakukan dengan cara menceritakan kembali isi bacaan dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Kegiatan terakhir yang harus dilakukan siswa adalah mereview teks bacaan. Pada kegatan ini siswa dapat membaca ulang bagian-bagian yang dianggap penting.


2.6 Strategi SQ3R untuk Pembelajaran Keterampilan Membaca Intensif

Prosedur SQ3R dalam penelitian ini secara garis besar seperti pendapat di atas. Namun dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan teks bacaan yang digunakan sebagai bahan pembelajaran. Berdasarkan beberapa rujukan, prosedur membaca intensif denagn strategi SQ3R, yang menggunakan bahan teks bacaan yang berupa sebuah buku dengan artikel atau cuplikan bacaan yang ada dalam buku paket pembelajaran membaca di sekolah akan berbeda. Untuk itu, peneliti memaparkan prosedur SQ3R mulai dari kegiatan pertama sampai dengan kegiatan terakhir.


2.6.1 Kegiatan Mensurvei (Survey) dalam Strategi SQ3R

Mensurvei merupakan kegiatan pertama yang harus dilakukan oleh siwa dalam kegiatan membaca. Kegiatan ini dilakukan sebelum siswa membaca teks secara langsung. Siswa dapat mengamati judul, daftar isi, pengantar, subbab. Kesimpulan. Barder (1980:131), harjasujana (1988:6.13), Widyamartaya (1992:61), Burns (1996:428) mengatakan bahwa kegiatan mensurvei dapat dilakukan dengan cara melihat halaman judul, membaca kata pengantar atau kata pendahuluan, membaca daftar isi untuk mendapatkan gambaran umm, memeriksa daftar indeks buku, mengamati grafik, tabel, peta, ilustrasi, membaca bab, subbab, membaca sekilas paragraf pertama sampai paragraf terakhir. Adapun earnes (1997:87) kegiatan mensurvei dengan cara membaca pengantar, kesimpulan, dan subbab.

Kegiatan mensurvei dalam memmbaca buku dan membaca artikel prosedurnya berbeda. Hal ini dikarenakan jumlah kata dan komposisi yang dibaca berbeda. Buku terdiri atas beberapa bab dan jumlah halamannya cukup banyak, sedangkan artikel tidak terdiri beberapa bab. Cara mensurvei juga berbeda. Menurut Soedarso (1993:60) mensurvei buku dapat dilakukan dengan cara menelusuri daftar isi, membaca pengantar, melihat tabel, grafik, peta, membaca apendiks, dan menelusuri indeks buku. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan dari buku. Siswa dapat menentukan gagasan umm buku setelah kegiatan mensurvei sehingga siswa dapat memutuskan kerelevanan isi buku dengan tujuan yang ingin diperoleh. Adapun mensurvei artikel atau teks bacaan yang ada dalam buku paket bahasa Indonesia adalah membaca cepat teks bacaan ini dengan difokuskan pada membaca semua kalimat pada paragraf pertama dan terakhir dan setiap kalimat pertama paragraf lainnya

Karena dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan bacaan yang berupa artikel dan artikel itu tidak mempunyai subjudul maka peneliti menggunakan prosedur yang berupa (1) siswa mengamati judul bacaan dilanjutkan dengan tanya jawab yang berkaitan dengan pengetahuan yang berkaitan dengan judul bacaan, (2) siswa membaca paragraf pertama, kalimat pertama paragraf berikutnya, dan paragraf terakhir teks bacaan itu.


2.6.2 Kegiatan Bertanya (Question) dalam Strategi SQ3R

Kegiatan bertanya dalam membaca merupakan salah satu aktivitas membaca intensif. Kegiatan ini dalam strategi SQ3R merupakan kegiatan kedua. Siswa akan dapat bertanya secara kritis jika siswa tersebut sudah mempunyai gambaran umum teks bacaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dijukan oleh siswa dapat berupa pertanyaan pemahaman sampai dengan pertanyaan evaluasi. Menurut Widyamartaya (1992:61) mengajukan pertanyaan dalam strategi SQ3R ini dilakukan sebelum mulai membaca teks bacaan secara keseluruhan. Pertanyaan ini berdasarkan pada bahan yang sudah dibaca secara sekilas (mensurvei) dengan cara mengubah judul-judul bacaan menjadi pertanyaan-pertanyaan. Selain mengubah judul menjadi pertanyaan, siswa dapat pula bertanya secara kritis isi bacaan yang telah disurvei dengan berpedman pada kalimat pertama setiap paragraf bacaan itu. Penyusunan pertanyaan dalam strategi SQ3R ini, menurut Harjasujana (1998:614) menggunakan kata tanya apa, siapa, mengapa, bagaimana, bilamana, di mana, apa perbedaan dan persamaan, perbandingan, sebab-akibat.

Dalam penelitian ini, siswa diarahkan menyusun pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan membaca intensif. Siswa mengubah judul bacaan menjadi pertanyaan yang menanyakan (1) isi bacaan, (2) penerapan isi bacaan, (3) ide pokok paragraf, (4) gagasan umum bacaan, kesimpulan, dan (5) penilaian isi bacaan. Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan dicari jawabnya pada saat kegiatan membaca.


2.6.3 Kegiatan Membaca (Read) dalam Strategi SQ3R

Membaca merupakan kegiatan dalam strategi SQ3R. Kegiatan ini dilakukan dengan cara siswa membaca dengan tujuan menemukan jawaban pertanyaan yang telah disusun pada langkah kedua. Menurut Harjasujana (1988:615) kegiatan membaca ini dilakukan secara fleksibel. Kecepatan membaca siswa sangat bergantung pada jawaban pertanyaan. Jika siswa menemukan kalimat-kalimat yang dianggap jawbaan pertanyaan, siswa dapat memperlambat membacanya dengan cara membandingkan apa yang ada dalam teks bacaan itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Jika kalimat yangn dibaca tidak merupakan jawabannya, siswa dapat mempercepat membacanya.

Soedarsono (1993:63) mengatakan bahwa dalam kegiatan membaca ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama siswa tidak diperkenankan membuat catatan, dan kedua siswa tidak boleh menggarisbawahi kalimat-kalimat dalam bacaan. Kegiatan ini dilakukan karena dengan dua aktivitas yang dilakukan oleh siswa akan mempengaruhi pemahaman. Hal ini akan berbeda jika siswa hanya difokuskan pada kegiatan membaca sebab kegiatan membaca menurut DePerter (dalam Nilandari, 2002:183) membaca akan menghasilkan secara maksimal jika membaca tersebut dengan konsentrasi sangat terfokus pada bahan yang dibaca. Siswa akan terbagi fokusnya jika membaca dengan menulis. Untuk itu, kegiatan membaca difokuskan dalam menemukan jawaban dengan cara menandai di bagian teapi bacaan. Hal ini seperti pendapat Eanes (1997:83) kegiatan membaca dalam strategi SQ3R dilakukan dengan cara membaca untuk menemukan jawaban. Siswa melakukan aktivitas membaca hanya difokuskan pada jawaban pertanyaan yang telah disusun dalam langkah kedua. Dalam kegiatan ini, peran guru dalam membimbing siswa sangat diperlukan agar siswa dapat memperoleh jawaban pertanyaan dengan cepat dan tepat.

Prosedur membaca dalam penelitian ini mengacu pada pendapat-pendapat di atas. Siswa membaca teks bacaan secara fleksibel denga tujuan menemukan jawaban pertanyaan dengan cara siswa menandai jawbaan pertanyaan di margin kiri atau kanan. Jika teks bacaan menggunakan grafik, tabel atau peta, guru menyuruh siswa memahami peta tersebut dengan cara memperhatikan petunjuk peta itu. Menurut Harjasujana (1988:615) membaca peta, grafik, tabel dengan memperhatikan: (1) petunjuk yang digunakan, (2) skala yang ada pada peta atau grafik, (3) informasi yang ada, dan (4) simbol yang digunakan.


2.6.4 Kegiatan Menceritakan Kembali (Recite) daalm Strategi SQ3R

Kegiatan keempat dalam strategi SQ3R merupakan kegiatan recite. Kegiatan ini dilakukan setelah siswa membaca teks bacaan. Siswa mulai melihat kembali rumusan pertanyaan yang telah disusun. Menurut Harjasujana (1988:515) kegiatan ini dilakukan dengan cara siswa harus menutup teks bacaan. Jawaban-jawaban siswa dalam kegiatan ini harus menggunakan kata-kata sendiri karena dengan kata-kata sendiri siswa diharapkan menjawab pertanyaan tidak hanya berdaarkan kalimat-kalimat yang ada dalam teks bacaan, melainkan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Seperti pada kegiatan sebelumnya, menjawab pertanyaan ini dilakukan secara fleksibel. Siswa yang belum dapat menjawab pertanyaan diwajibkan membaca ulang teks bacaan itu dengan waktu yang ditentukan oleh guru.

Selain menjawab pertanyaan yang telah disusun, siswa dapat pula menceritakan kembali isi bacaan denngan kata-katnya sendiri. Menurut Widyamartaya (1992:61) kegiatan menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-kata sendiri dengan cara menghubungkan informasi yang diperoleh dari teks bacaan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam penceritaan kembali isi bacaan, siswa dapat menilai, mengomentari isi bacaan berdasarkan pengetahuannya. Isi bacaan yang dianggap sesuai dengan kenyataan dapat diperkuat dengan argumentasinya. Tetapi isi yang dianggap kurang tepat dengan kenyataan, siswa dapat menyanggahnya dengan alasan yang logis.

Dalam penelitian ini, prosedur kegiatan recite berupa (1) siswa menjawab pertanyaan yang telah disusun, (2) siswa menceritakan kembali isi bacaan dilanjutkan dengan menentukan gagasan umum bacaan dan kesimpulan. Siswa dapat pula menilai atau mengomentari isi bacaan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara individual. Setelah siswa melakukan recite guru menginstruksikan siswa melaporkan hasil pekerjaan dan didiskusikan dengan teman-teman di kelas. Motivasi bimibingan guru sangat diperlukan dalam kegiatan ini. Siswa yang belum mampu menceritakan kembali dengan kata-katanya sendiri mendapat prioritas utama dari guru.


2.6.5. Kegiatan Meninjau Kembali (Review) dalam Strategi SQ3R

Kegiatan Review merupakan kegiatan terakhir dalam strategi SQ3R. Kegiatan ini dilakukan dengan cara siswa membaca kembali teks bacaan dengan cara membaca bagian-bagian yang dianggap penting bagi pembaca. Menurut Soedarso (1993:64). Kegiatan review ini dapat dilakukan dengan cara menelursuri kembali judul-judul, subjudul, dan bagian-bagian penting lainnya dengan menemukan pokok-pokok penting yang perlu untuk diingat kembali. Kegiatan seperti ini dilakukan oleh siswa untuk memperkokoh daya ingat terhadap materi yang ada dalam teks bacaan itu. Menurut DePorte (dalam Nilandari, 2002:184) untuk memperkokoh daya ingatan siswa dapat membuat peta pikiran terhadap hal yang telah dibaca. Peta pikiran ini dapat dilakukan dengan cara siswa membuat ringkasan yang dituangkan dalam peta semantik, yang berisi gagasan-gagasan pokok bacaan atau berisi hal yang dianggap fakta dari bacaan. Kegiatan seperti ini, akan lebih melekat dalam pikiran siswa jika siswa dapat pula memberi penilaian terhadap isi bacaan itu atau memberi penilaian terhadap gagasan-gagaan yang dituangkan dalam peta semantik tersebut.

Dalam penelitian ini, siswa melakukan review teks bacaan dengan cara siswa memmbaca kembali bagian-bagian penting teks bacaan dilanjutkan dengan enilai, mengomentari isi bacaan. Teknik yang digunakan dalam penilaian ini adalah diskusi. Dengan diskusi siswa akan berlatih kerja sama, berlatih menghargai pendapat temannya.


2.7 Evaluasi Pembelajaran Membaca Intensif dengan Strategi SQ3R

Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. (KTSP SMP: 2007: 256) Penilaian seperti itu berlaku pada semua mata pelajaran termasuk bahasa Indonesia. jiwandono (1996:38) mengatakan bahwa bentuk penilaian bahasa indonesia dapat berupa penilaian bunyi bahasa, kosakata, tata bahasa, menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Penilaian seperti itu dapat dilakukan dalam bentuk penilaian proses dan penilaian hasil.

Latif (1999:2) mengatakan bahwa penilaian proses (assessment) adalah suatu kegiatan dalam proses belajar mengajar yang dirancang oleh guru untuk mengetahui perkembangan belajar siswa. Penilaian proses ini dilaksanakan dalam proses pembelajaran di kelas dengan cara bertanya kepada siswa secara langsung, mengamati kegiatan siswa, pekerjaaan rumah/sekolah. Penilaian ini berbeda dengan penilaian hasil sebab dalam penilaian ini tidak digunakan sbagai nilai rapor melainkan hanya digunakan perbaikan pada proses pembelajaran.

Penilaian proses pembelajaran membaca dilaksanakan sepanjang proses membaca, mulai dari prabaca, saat baca, samai dengan pascabaca. Dalam penilaian ini guru berusaha mengetahui perkembangan siswa dalam proses tersebut dengan cara mengamati siswa secara seksama, bertanya kepada siswa, bagian-bagian yang dianggap sulit. Tujuan utama penilaian proses ini untuk melihat apa yang sedang diperoleh siswa, apa yang menjadi masalah siswa dalam pembelajaran dan penilaian ini hasilnya digunakan sebagai dasar penentuan tindakan guru dalam memilih kegiatan pada proses pembelajaran membaca kritis berikutnya.

Latif (1999:3) mengatakan bahwa bentuk penilaian proses dapat berupa pengamatan nonverbal, komunikasi lisan langsung di kelas, pekerjaan rumah/sekolah, buku bacaan siswa, dan karya siswa. Hamper semua bentuk penilaian di atas digunakan dalam penelitian ini karena dianggap sangat cocok dalam peruses pembelajaran membaca intensif. Diantara penilaian prose situ, yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan Non-Verbal, kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara mengamati siswa dalam pembelajaran, guru dapat mengetahui tanda-tanda apakah siswa yang diamati mengerti, bingung, atau tidak siap. Hal ini bila diamati dan direkam dalam format yang disiapkan sebelumnya akan memberikan informasi yang sangat penting bagi perkembangan belajar siswa dan pola belajarnya. (2) Komunikasi Lesan Langsung di Kelas, kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi secara langsung dengan siswa dalam pembelajaran, baik guru yang bertanya maupun siswa yang bertanya kepada guru akan memberikan masukan pada guru untuk membimbing siswa dalam pembelajaran membaca. Guru tidak akan mengetahui kesulitan siswa bila di antara siswa dan guru tersebut tidak berkomunikasi. Bahkan dengan berkomunikasi secara langsung ini, guru dapat memperoleh informasi yang banyak tentang perkembangan siswa. (3) Pekerjaan Rumah/Sekolah, kegiatan ini dilakukan dengan cara memonitor perkembangan siswa dalam pembelajaran membaca intensif itu. Siswa sudah mampu atau belum akan dapat dilihat dalam tugas siswa itu. (4) Karya Siswa, kegiatan ini dilakukan untuk melihat hasil karya siswa sendiri di rumah atau di sekolah, yang berkaitan dengan gambar atau tulisan (karangan) dapat memberikan informasi perkembangan siswa. Siswa yang sering menulis di jurnal atau mading sekolahnya akan mengalami perkembangan yang berbeda dengan siswa jarang menulis jurnal atau di mading.

Penilaian hasil belajar membaca dapat dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan pada tahap waktu yang berbeda, sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil penilaian ini dapat diperoleh melalui ulangan formatif, ulangan umum, dan ujian akhir. Ulangan formatif merupakan ulangan yang dilaksanakan setelah selesai satu pokok bahasan atau beberapa pokok bahasan.

Djiwandono (1996:64) mengatakan bahwa penilaian keterampilan membaca dapat disajikan dalam bentuk tes subjektif dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab melalui jawaban panjang atau pendek dan dapat pula dalam bentuk objektif. Pertanyaan seperti itu berlaku pada tingkatan pemahaman literal, interpretative, kritis, maupun apresiatif. Pertanyaan-pertanyaan dalam tes subjektif dan objektif dalam keterampilan membaca harus sesuai dengan kemampuan yang diperlukan dalam kegiatan membaca.

Berdasarkan pendapat di atas, penilaian hasil kemampuan membaca intensif dengan strtaegi SQ3R ni menggunakan tes objektif dan tes subjektif. Pengunaan tes objektif karena tes tersebut menurut Djiwandono (1996: 28) mengacu kepada cara penilaian, yang dapat dilakukan secara ajeg, dengan hasil yang sama, tidak berubah-ubah, meskipun seandainya penilaian itu dilakukan berulang-ulang, atau dilakukan oleh penilai yang berbeda. Hal itu dimungkinkan oleh ciri tes objektif, yang harus dikembangkan dan disusun sedemikian rupa, sehingga jawaban yang benar terhadap butir-butir soalnya dapat dipastikan sebelumnya, dan dijadikan satu dalam bentuk kunci jawaban. Disamping itu masih dapat pula disebutkan bahwa karena cara mengerjakan yang cepat dan tidak banyak memerlukan waktu, penggunaan tes ini memberikan peluang yang luas untuk mencakup bahan tes yang luas pula.

Sedangkan penggunaan tes subjektif juga mempunyai keunggulan yang tidak ada dalam tes objektif. Dalam pengajaran bahasa, tes subjektif sesuai untuk digunakan pada pengajaran mengarang, dalam bentuk tes mengarang, atau dalam pengajaran membaca pemahaman, dalam bentuk tes kemampuan membaca. Djiwandono (1996:28). Selain itu menurut Nurkancana (1996:42) keunggulan tes subjektif ini adalah: (1) bentuk tes subjektif sangat cocok untuk mengukur atau menilai hasil proses belajar yang kompleks, (2) tes subjektif memberi kesempatan kepada siswa untuk menyusun jawaban sesuai dengan jalan pikirannya sendiri.